Langsung ke konten utama

Mengenal dan Memahami Agama Hindu

 Pindah Agama Perspektif Hukum Hindu

·          

·                  I Kadek Kartika YaseIAHN Tampung Penyang Palangka Raya

 Keywords: Pindah Agama, Hukum Hindu

   ABSTRACT

Memeluk agama adalah merupakan sebuah pilihan setiap individu manusia yang dilindungi oleh undang-undang. Memeluk agama tertentu dengan cara pindah agama bukan hal yang dibenarkan dan disalahkan juga karena merupakan hak prerogratif seseorang. Fenomena pindah agama bukanlah hal yang tabu lagi. Peristiwa ini cukup sering terjadi di masyarakat, bahkan menimpa umat Hindu sendiri. Sedangkan Hindu tidak mengharapkan bahkan melarang umatnya untuk pindah dari Hindu, baik perempuan lebih lagi laki-laki. Apabila seseorang meninggalkan Hindu sama saja lebih memilih pekerjaan melakukan pekerjaan orang lain dibandingkan melakukan perkerjaan sendiri. Dapat dikatakan pula mereka yang keluar dari Hindu berarti meninggalkan ajaran suci weda dan membenci Brahman yang merupakan sumber dari segala sumber. Terjadi perpindahan agama dari Hindu ke agama lain cenderung disebabkan karena perkawinan. Gadis Hindu rela meninggalkan ajaran leluhurnya demi pasangannya yang berbeda agama. Selain itu sitem patrelinial dalam masyarakat Hindu juga bisa menjadi pemicu gadis Hindu meninggalkan agamanya. Ada kesan mereka merasa terdiskriminasi karena tidak mempunyai hak apa-apa dalam keluarga kecuali laki-laki yang mendominasi hak tersebut. Perempuan Hindu hanya dijadikan sebagai pendamping suami dan melahirkan anak-anak saja. Sedangkan dampak meninggalkan Hindu sangat tidak baik. Terutama pada laki-laki sebagai generasi penerus keluarga yang mempunyai kewajiban terhadap oarang tua dan leluhurnya. Kewajiban ini dapat dikatakan sebagai hutang yang harus dibayar dan apabila tidak dibayar maka akan mengalami kesengsaraan dan penderitaan dalam hidupnya. Begitu halnya jika hutang sudah terbayar, tidak dibenarkan meninggalkan Hindu karena masih ada tujuan hidup yaitu mencapai Moksa sebagai tujuan terakhir dari agama Hindu.

 

  Konsep Dasar Beragama Hindu

 

Om Swastyastu. Om Awighnam Astu Namo Sidham. Sebagai umat beragama yang mendapat warisan dari leluhur, yaitu agama hindu, yang merupakan pegangan pokok dalam kehidupan, dalam bersikap, berfikir, dan berbicara, menurut tata susila, sudah sepantasnyalah kita mengetahui dan bisa menjalankan konsep konsep beragama sehingga tidak mudah terpapar dengan ajaran ataupun aliran lain, yang bisa menyesatkan jalan hidup sebagai manusia.

Agar kita bisa mewarisi dan mempertahankan nilai luhur agama Hindu yang sudah mengakar di Bali yang diwadahi dengan adat dan tradisi yang kuat, maka prinsip-prinsip dasar beragama Hindu harus diketahui dan kuasai lalu diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Agama Hindu sangat bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Agama Hindu mengajarkan untuk menghargai budaya lokal.

Para umat sedharma. Konsep dasar agama yang harus kita gunakan sebagai landasan pokok adalah ajaran agama Hindu pada dasarnya memberikan tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal, yaitu: 1) hakikat kehidupan dalam agama hindu disebut Tatwa; 2) Tuntunan prilaku sosial dalam kehidupan, dalam agama Hindu disebut Susila; dan 3)

Tatacara pelaksanaan ibadah dalam agama Hindu yang disebut Bhakti. Ini menjadi bagian dalam pelaksanaan upacara yadnya dalam kehidupan beragama.

Dalam agama Hindu, ketiga tuntunan tersebut dirumuskan menjadi tiga kerangka dasar agama Hindu. Tiga kerangka dasar tersebut adalah:

Tattwa (berkaitan dengan keyakinan atau srada), Susila (berkaitan dengan tata hubungan dan prilaku baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh), dan Acara (menyangkut bhakti dalam upacara yadnya).

Dalam pelaksanaannya, tiga kerangka dasar agama Hindu ini menjadi satu kesatuan yang utuh. Untuk memudahkan pemahaman, dapat dinyatakan sebagai berikut. Pertama, dalam memahami dan melaksanakan tatwa, patut bersusila dan berupacara. Kedua, dalam memahami dan melaksanakan susila, patut bertattwa dan berupacara. Ketiga, dalam memahami dan melaksanakan upacara patut bertattwa dan bersusila

I. Tattwa (Filsafat)

Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana.

Ada tiga cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Pertama, Pretyaksa Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan melakukan pengamatan langsung di tempat kejadian. Kedua, Anumana Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan melihat gejala – gejala yang ada. Ketiga, Agama Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan jalan mempelajari kitab suci dan mendengarkan petunjuk – petunjuk dari orang yang dapat dipercaya kebenarannya

Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam Tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan Sradha. Dalam Hindu, Sradha disarikan menjadi lima esensi, disebut Panca Sradha, yaitu:

1. Yakin dan percaya dengan Sang Hyang Widhi

2. Yakin dan percaya dengan adanya Atman

3. Yakin dan percaya dengan adanya hokum karma phala

4. Yakin dan percaya dengan adanya / punarbawa

5. Yakin percaya dengn adanya moksa

Berbekal Panca Sradha yang diserap menggunakan Tri Pramana ini, perjalanan hidup seorang Hindu menuju ke satu tujuan yang pasti. Yaitu, ke arah kesempurnaan lahir dan batin, Jagadhita dan Moksa.

II. Susila/Etika

Istilah Susila terdiri dari dua suku kata: “Su” dan “Sila”. “Su” berarti baik, indah, harmonis. “Sila” berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik, terpancar sebagai cermin obyektif kalbunya dalam mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.

Pola hubungan tersebut adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau). Ajaran ini mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan.

Biasanya hambatan kita untuk menjalankan tata susila/etika adalah masih bersemayamnya perbuatan jahat, baik dari luar maupun dari dalam. Dari luar ada sad ripu, sad atatayi, dan sapta timira. Untuk menetralisir kejahatan ini, dengan ajaran Tri kaya parisuda yaitu tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya. Ketiganya adalah kayika, wacika, manacika (berbuat yang baik, berkata yang baik, berpikir yang baik).

IIIAcara/Upakara

Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa.

Di dalamnya terkandung nilai-nilai tentang asa tulus ikhlas dan kesucian serta rasa bakti dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa, Bhatara, Leluhur, Negara dan Bangsa, dan kemanusiaan.

Di dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan masing- masing menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra). Suatu ajaran dan Catur Weda yang merupakan sumber ilmu pengetahuan suci dan kebenaran yang abadi.

Selain dari tri kerangka dasar agama Hindu, ada hal lain yang harus juga diperhatikan untuk meyakinkan bahwa konsep dasar beragama sangat memegang peranan. Di antara konsep dasar beragama itu adalah Satyam (Kebenaran), Dharma (Kebijakan), Seva (Pelayanan), Santih (Kedamaian), Ahimsa (Tanpa kekerasan), dan Prema (Cinta-kasih).

Misi keagamaan dalam ajaran Hindu adalah menyampaikan nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal. Misalnya, etika hidup, moralitas, mewujudkan kesejahteraan dunia (Jagadhita), pembebasan jiwa dari belenggu maya (Duniawi), dan untuk mencapai kedamaian abadi (Moksa)

Semoga pelita dharma ini bisa menjadi pelita untuk menerangi diri, sehingga sisi gelap akan menjadi terang.

I Ketut Dira (Rohaniwan Hindu)


Atman atau Atma (IAST: Ātmā, Sanskerta: आत्म‍) dalam Hindu merupakan percikan kecil dari Brahman yang berada di dalam setiap makhluk hidup.[1][2] Atman di dalam badan manusia disebut: Jiwatman atau jiwa atau roh yaitu yang menghidupkan manusia.[1] Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini).[2] Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman.[2] Atman itu berasal dari Brahman, bagaikan matahari dengan sinarnya.[1] Brahman sebagai matahari dan atman-atman sebagai sinar-Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.[1]

Sifat-sifat Atman[sunting | sunting sumber]

Dalam Bhagavad Gita dijabarkan mengenai sifat-sifat Atman, diantaranya adalah:[3]

·         Achedya: tak terlukai oleh senjata

·         Adahya: tak terbakar oleh api

·         Akledya:tak terkeringkan oleh angin

·         Acesyah: tak terbasahkan oleh air

·         Nitya: abadi

·         Sarwagatah: di mana- mana ada

·         Sthanu: tak berpindah- pindah

·         Acala: tak bergerak

·         Awyakta: tak dilahirkan

·         Acintya: tak terpikirkan

·         Awikara: tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan.

·         Sanatana: selalu sama

https://id.wikipedia.org/wiki/Atman

 

Punarbhawa

Setiap manusia yang meyakini sebuah agama, maka akan memiliki kepercayaan terhadap suatu hal, begitu pula kepercayaan yang diyakini oleh umat hindu. Kepercayaan-kepercayaan tersebut terkandung dalam Panca Sradha seperti yang dikutip pada Yajur Veda XIX.30 yakni :

“Çraddhaya satyam apnoti, çradham satye prajapatihâ€

yang artinya : dengan sradha orang akan mencapai Tuhan, Beliau menetapkan, dengan sradha menuju satya. (Yajur Veda XIX.30)

Secara etimologi panca sradha berasal dari kata panca yang artinya lima dan sradha yang berarti keyakinan. Sehingga, panca sradha adalah lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu. Lima kepercayaan tersebut yaitu

Percaya terhadap adanya brahman

Percaya terhadap adanya atman

Percaya terhadap adanya karmaphala

Percaya terhadap adanya punarbhawa

Percaya terhadap adanya moksa

Diantara kelima kepercayaan tersebut, kepercayaan akan reinkarnasi atau kelahiran kembali merupakan kepercayaan yang tidak diyakini oleh kebanyakan agama yang diyakini di dunia ini. Reinkarnasi yang diyakini oleh umat hindu tersebut diyakini sebagai punarbhawa atau samsara. Punarbhawa berasal dari kata punar yang berarti kembali dan bhawa yang berarti menjelma/lahir. Punarbhawa ialah keyakinan terhadap kelahiran yang berulang- ulang yang disebut juga penitisan atau samsara. Dalam Pustaka suci Weda tersebut dinyatakan bahwa penjelmaan jiwatman berulang- ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut samsara. Kelahirannya yang berulang- ulang ini membawa akibat suka dan duka. Punarbhawa atau samsara terjadi oleh karena jiwatman masih dipengaruhi oleh Wisaya dan Awidya sehingga kematiannya akan diikuti oleh kelahiran kembali. Seperti yang terkandung dalam Bhagavad Gita IV.5

“bahuni me vyatitani janmani tava carjuna, tany aham veda sarvani na tvam vettha parantapaâ€.

yang mengandung arti : Banyak kelahiran-Ku dimasa lalu, demikian pula kelahiranmu,Arjuna; semuanya ini Aku mengetahuinya, tetapi engkau sendiri tidak, wahai Arjuna.

Segala perbuatan ini menyebabkan adanya bekas (wasana) pada jiwatma. Bekas- bekas perbuatan (karma wasana) itu ada bermacam- macam, jika yang melekat bekas- bekas keduniawian maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal- hal keduniawian sehingga jiwatman itu lahir kembali. Kelahiran kembali tersebutlah merupakan kesempatan untuk atman dapat memperbaiki karma buruk dikehidupan sebelumnya sehingga semakin mendekatkan atman untuk mencapai tujuan agama hindu yaitu moksa.

https://rohin.stis.ac.id/.../punarbawa,-kelahiran-kembali...

 

Sad ripu berasal dari kata Sad yang berarti enam dan Ripu berarti musuh. Adapun bagian-bagian dari Sad Ripu yaitu kama atau hawa nafsu, ...

 

Sad Ripu

Sad Ripu adalah enam macam musuh yang ada dalam setiap diri manusia. Musuh-musuh ini perlu dikendalikan dari diri kita, sehingga dapat menerapkan kehidupan Bhiksuka dengan baik. Adapun keenam musuh tersebut sebagai berikut:

  1. Kama artinya hawa nafsu
  2. Lobha artinya loba/tamak.
  3. Krodha artinya kemarahan
  4. Moha artinya kebingungan
  5. Mada artinya kemabukan
  6. Matsarya artinya iri hati.

a.   Kama

 

Kama berarti hawa nafsu, hal ini ada pada setiap orang dengan menjadi musuh dari setiap orang, selama belum dapat dikuasainya. Kalau nafsu ini dapat dikuasai dan ditundukkan, ia akan menjadi teman akrab. Bagi orang yang telah dapat mengatasi pengaruh kama itu, adalah orang yang telah lulus dalam liku-likunya hidup. Beberapa kali kehidupan dilaluinya dan setiap pengaruh kama ditelitinya, sehingga dengan kewaspadaan yang tinggi serta dengan usaha yang keras dan akhirnya kama dapat dikendalikan.

Kebebasan terhadap kama ini adalah merupakan suatu ajaran Dharma demi untuk mencapai kebahagiaan dan kebebasan, karenanya usahakanlah mengendalikannya. 

 

b. Lobha

 

Lobha atau tamak menyebabkan orang tidak pernah merasa puas akan sesuatu. Orang yang loba akan selalu ingin memiliki sesuatu yang lebih daripada apa yang telah dimiliki. Dengan demikian ia akan berpikir dan bekerja keras. Akibatnya orang yang demikian itu akan gusar, gelisah resah, karena didorong oleh kelobaannya. Dia tidak akan pernah merasa tenteram dan tenang, sedangkan ketenangan menjadi idaman bagi setiap orang. Oleh karena itu sifat loba itu adalah musuh bagi setiap orang, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:169).

 

c. Krodha

 

Krodha artinya marah. Kemarahan timbul karena pengaruh perasaan yang jengkel, muak, bosan, tersinggung dan sebagainya. Orang yang suka marah adalah tidak baik, sebab kemarahan menyebabkan orang menderita. Dan orang pada umumnya tidak suka dimarahi. Orang yang dimarahi juga bisa marah, sehingga akan dapat menimbulkan suasana hubungan yang buruk. Orang yang suka marah akan kehilangan simpati dan akhirnya­ akan terkucil. Karenanya hilangkan perasaan marah itu dan kendalikanlah kemarahan itu.

 

Moha artinya kebingungan. Karena bingung dapat menye­babkan pikiran menjadi gelap. Orang yang sedang bingung tidak dapat berpikir dengan baik, sehingga tidak akan dapat melakukan kewajiban dengan baik. Kebingungan juga dapat mempengaruhi kesehatan, dan sekaligus menurunkan kondisi tubuh. Moha atau bingung banyak penyebabnya, antara lain:

  1. Karena ditimpa kesusahan yang hebat.
  2. Karena kehilangan sesuatu yang dicintai.
  3. Karena situasi yang menekan perasaannya.
  4. Karena tidak dapat mengatasi problem yang menimpa dirinya.

 

Semua hal tersebut di atas dapat menimbulkan kebingungan. Agar tidak ditimpa kebingungan, maka perlu terlebih dahulu dalam menghadapi berbagai bentuk persoalan, ditanggapi dengan perasaan dan pikiran yang tenang dan jiwa yang seimbang. Dengan demikian, dapatlah diteliti segala macam persoalan itu dengan cara saksama, serta dapat mencari jalan pemecahannya dengan baik. Menempuh jalan dengan cara demikian berarti kita telah siap untuk menerima segala kemungkinan dan kenyataan yang akan terjadi. Oleh karena itu maka kita harus berusaha menghilangkan kebingungan itu.

 

e. Mada

 

Mada artinya minuman keras. Minuman keras mengandung alkohol yang dapat memabukkan. Minuman yang termasuk minuman keras antara lain arak, berem, bir dan lain-lain. Bila minuman ini diminum melewati batas akan menimbulkan kemabukan, bahkan sering menimbulkan akibat yang jelek seperti merusak tubuh, melumpuhkan pencernaan, merusak urat-urat syaraf dan lain sebagainya.

 

Oleh karena itu orang-orang suci dan sadhu (suci) tidak meminum minuman keras karena dapat memabukkan. Kemabukan ini dapat menghilangkan kesadaran, sehingga menimbulkan perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka dari itu kemabukan ini harus dicegah karena ia merupakan musuh yang harus dijauhi.

 

f. Matsarya

 

RELATED:

·       Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban dalam Melaksanakan Tri Rna

·       Pengertian, Contoh dan Bagian-Bagian Tri Rna

·       Veda sebagai Sumber Hukum Hindu

Matsarya artinya iri hati. Perasaan iri hati merupakan perongrongan diri manusia. Karena orang yang diliputi oleh rasa iri ini, tidak senang melihat orang lebih bahagia dan beruntung dari padanya. Orang yang demikian selalu merasa dirinya malang, miskin, nasib sial dan bermacam-macam perasaan negatif yang dirasakan. Akibat dari perasaan yang demikian, maka timbulah maksud-maksud yang tidak baik pada orang lain. Maksud yang tidak baik itu berupa rencana-rencana jahat, ingin memusuhinya, melawan dan bertengkar. Maka dari itu kendalikan dan hilangkanlah sifat-sifat iri hati itu, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:170).

Pengertian Sad Ripu dan Bagian – Bagiannya

https://www.mutiarahindu.com/2019/10/pengertian-sad-ripu-dan-bagian-bagiannya.html

Written By Bang Sin  Tuesday, October 29, 2019  

 

 

 Sad Atatayi

 

Sad Atatayi adalah enam macam perbuatan kejam atau keji sebagai yang meliputi :

  1. Agnida, membakar milik orang lain.
  2. Wisadameracuni baik sesama manusia maupun binatang sampai pingsan, maupun sampai mati.
  3. Atharwa, melakukan ilmu hitam 
  4. Sastraghna, mengamuk (merampok).

Kisahnya di jaman TretayugaRsi Narada yang berhasil mencapai kesempurnaan rohani juga dapat mengalahkan seorang perampok yang bernama Ratnakara dengan sebuah kidung suci.

  1. Dratikrama, berzinah / memperkosa kehormatan orang lain.
  2. RajaPisuna, suka memfitnah.

·         Dan disebutkan cegahlah lidah anda agar tidak mengucapkan kata-kata fitnah yaitu dengan mengendalikan wak purusya untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang mengandung kebohongan. 

Keenam perbuatan asubha karma tersebut hendaknya perlu dihindari, karena dengan memfitnah dll dalam sapta petala disebutkan nantinya sang jiwa akan lahir di alam ini dengan kesengsaraan berkepanjangan. 

 Namun disebutkan sumber kebahagiaan utama di alam ini yaitu dengan pikiran / manah dan memory akan kasih sayang dan kebaikan yang pernah dilakukan.

Dalam kurikulum pelajaran budi pekerti Agama Hindu disebutkan bahwa :

 Kejahatan pembunuhan di dalam hukum negara diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ancaman hukumannya sangat berat, mulai dari 5 tahun penjara apabila dilakukan tanpa disengaja. Apabila dilakukan dengan perencanaan sebelumnya, maka ancaman hukumannya mulai dari 12 tahun sampai dengan 20 tahun penjara. Ada pula yang sampai dijatuhi hukuman mati apabila pelakunya melakukan pemberatan atau perbuatan asusila sebelum membunuh. 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa akibat dari melakukan pembunuhan roh pelakunya akan dilempar di alam neraka dan apabila terlahir kembali tidak akan kembali menjadi manusia. 

 Rohnya bisa menjadi binatang, pohon atau mungkin bisa menjadi batu.
Namun apabila terlahir kembali menjadi manusia kelahirannya akan menjadi orang yang hina dan umurnya tidak panjang. 

Ada beberapa penyebab orang berani melakukan kejahatan pembunuhan. Tetapi secara umum teridentifikasi penyebab pembunuhan itu karena dendam, cemburu, motivasi harta atau uang terutama dalam kasus perampokan, motivasi politik, dan menderita kelainan jiwa

Mengingat begitu buruknya akibat dari melakukan pembunuhan, maka Agama Hindu memberikan jalan yang terbaik agar terhindar dari niat untuk melakukan pembunuhan, sebagai berikut:

·         Selalu mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widhi, para dewa, dan leluhur melalui berbagai media upacara keagamaan. Puja Tri Sandya setiap hari jangan diabaikan karena akan dapat menghapuskan kegalauan hati akibat banyaknya masalah dalam kehidupan.

·         Serius mendengarkan, memahami, dan melaksanakan ajaran Catur Guru, terutama Guru Rupaka, Guru Pengajian, dan Guru Wisesa.

·         Lakukan tirta yatra secara teratur mungkin setahun sekali.

·         Rajin mengikuti kegiatan keagamaan, seperti latihan Dharmagita, latihan tarian keagamaan Hindu, latihan gamelan, Dharmawacana atau Darmatula. Dengan latihan seni upacara keagamaan seperti menari dan menabuh gamelan, maka akan terasa rasa estetika yang ada di dalam diri..

·         Perhatikan teman dekat kita. Hindari bergaul dengan para pemabuk, penjudi, pencuri, apalagi dengan pembunuh. 

o    Karena pergaulan itu sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan kita. 

o    Apabila lingkungan kita buruk; 

§  Maka perilaku kita akan mempunyai kecenderungan buruk. 

·         Olah raga dan istirahat secara teratur. Di dalam tubuh yang sehat akan bersemayam juga jiwa yang sehat.

·         Lakukan tapabratayoga, dan samadi dengan tertib. 

·         Latihan melakukan dharma kebaikan. Hal ini nampaknya sederhana, tetapi melakukan kebaikan harus dilatih dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang besar.

·         Hidup harus sejahtera karena Veda sangat menganjurkan umat Hindu dan umat manusia pada umumnya untuk selalu hidup makmur, damai, dan sejahtera. Artinya, 

o    Agama Hindu sama sekali tidak menyukai kemiskinan dan kebodohan, karena weda diurunkan untuk :

§  Menuntun manusia agar tidak bodoh, karena kebodohan adalah sumber bencana yang sesungguhnya. 

§  Menganjurkan umat manusia rajin belajar agar pandai. 

§  Menganjurkan agar umat manusia hidup hemat agar bisa kaya, karena kekayaan menjadikan kita bahagia. Kenapa?

§  Karena nantinya dengan artha kekayaan kita pun juga dapat membantu orang yang memerlukan bantuan dengan kekayaan baik berupa harta benda maupun uang. Ini merupakan tabungan karma baik yang kelak pasti berbuah manis

***

https://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2011/11/sad-atatayi.html

 

Sapta Timira

Kata Sapta Timira berasal dari bahasa sansekerta dari kata “sapta”yang berarti tujuh, dan “timira” yang berarti gelap, suram (awidya). Sapta Timira berarti “tujuh kegelapan” adalah tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang jadi gelap. Ketujuh unsur kegelapan tersebut ada pada setiap diri manusia. Sifat awidya yang ada pada diri manusia apabila tidak dikendalikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan kejam, seperti marah, kejam, dengki, iri hati, suka memfitnah, merampok, dan yang lainnya. Semua sifat dan tindakan itu adalah bertentangan dengan agama yang disebut sifat prilaku Adharma Sapta Timira atau tujuh kegelapan.

https://www.kemenag.go.id/hindu/mengendalikan-sapta-timiranbsp-dwk7w1

 

Sapta Timira merupakan dua kata yang berasal dari bahasa Sanksekerta yakni Sapta (tujuh) dan Timira (gelap atau suram). Apabila dijelaskan berdasarkan istilahnya, dalam ajaran agama Hindu sapta timira diartikan sebagai tujuh kegelapan yang ada dalam diri manusia yang mampu menyebabkan seseorang menjadi suram, mabuk, ataupun lupa diri.

Sapta timira dapat diartikan sebagai sifat-sifat buruk terkait beberapa aspek yang perlu dihindari oleh manusia, khususnya bagi penganut agama Hindu. Pasalnya ajaran untuk mengindarkan diri dari sapta timira tersebut perlu diamalkan oleh umat manusia terlebih lagi bagi pemeluk agama Hindu.

Macam-Macam Sapta Timira yang Harus Dihindari Umat Hindu

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sapta timira adalah tujuh kegelapan atau tujuh aspek buruk yang mampu membawa manusia dalam kegelapan. Dikutip dari buku Sanatana Dharma: Buku Penunjang Pendidikan Agama Hindu, Made Urip Dharmaputra (2020: 38), berikut adalah tujuh macam sapta timira yang perlu dikendalikan agar manusia tidak terbawa ke dalam kegelapan.

 

1.    Surupa, yakni kecantikan atau ketampanan. Memiliki paras yang cantik dan tampan adalah anugerah yang perlu disyukuri dan tidak boleh disalahgunakan. Manusia tidak boleh menyombongkan kecantikan atau ketampanan parasnya untuk melakukan hal-hal negatif, sebaliknya harus cantik dan tampan pula hatinya agar tidak terbawa dalam kegelapan yang menjerumuskan.

2.    Dhana, yakni kekayaan. Kekayaan yang dimiliki oleh seseorang bisa saja menimbulkan sifat riya, sombong, lupa diri, foya-foya ataupun meremehkan orang lain apabila orang tersebut tidak bisa mengendalikan diri. Oleh karena itu, siapapun yang memiliki harta atau kekayaan, maka manfaaatkanlah karunia tersebut untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat.

3.    Guna, yaitu kepandaian. Seseorang yang merasa dirinya pandai bisa saja akan bersikap sombong dan merendahkan orang lain. Hal tersebut termasuk sisi gelap yang perlu dilawan oleh manusia. Oleh karena itu, manusia diharapkan selalu memanfaatkan kepandaian tersebut untuk hal baik dan tidak menjadikannya sebagai sosok yang sombong.

4.    Kulina, yaitu keturunan atau kebangsawanan. Status kebangsawanan atau keturunan terhormat yang melekat pada diri seseorang berpotensi untuk menimbulkan sifat arogan serta merendahkan derajat oran lain. Oleh karena itu, sifat sombong atas kulina harus bisa dikendalikan sebab setiap manusia memiliki derajat yang sama di mata Tuhan sehingga kita bisa saling menghargai dan menghormati.

5.    Yowana, yaitu masa muda atau keremajaan. Masa muda atau masa remaja banyak dianggap sebagai masa yang penuh kebebasan dan kesenangan, oleh karenanya tidak jarang pula beberapa remaja yang terjerumus dalam hal-hal yang kurang baik seperti ikut tawuran, seks bebas, narkoba, dan lain sebagainya. Yowana merlu dikendalikan agar manusia bisa menjalani masa remajanya dengan hal-hal yang lebih bermanfaat dan mampu menyukseskan kehidupannya di masa depan.

6.    Sura, yaitu minuman keras. Hal yang harus dihindari oleh manusia ialah mengonsumsi minuman keras, sebab mabuk mampu membuat manusia menjadi lupa diri dan hilangan kesadaran. Apabila manusia mabuk, maka ia bisa saja melakukan hal-hal buruk di luar kendalinya mulai dari mencuri, membunuh, atau berbuat asusila lainnya. Oleh karena itu manusia harus menghindarkan dirinya dari kebiasaan meminum miras.

7.    Kasuran, yaitu keberanian, kekuatan, dan kemenangan. Memiliki sifat kuat dan berani adalah hal yang baik, namun hal tersebut tetap berpotensi untuk menciptakan hal buruk apabila kita merasa sombong dan terlalu membanggakan diri atas kekuatan serta keberanian tersebut. oleh karena itu, manusia harus tetap rendah hati dan tidak meremehkan orang lain atas keberanian, kekuatan, dan kemenangan yang ia miliki.

Dengan memahami apa saja macam-macam sapta timira di atas, semoga umat manusia khususnya umat Hindu bisa senantiasa mengendalikan diri dari sikap arogan dan tinggi hati atas karunia Tuhan yang ia miliki sehingga pikiran dan hatinya dapat terhindar dari kegelapan dan hal-hal negatif lainnya. (HAI)

https://kumparan.com/berita-update/pengertian-sapta-timira-dan-macam-macamnya-1xCLSxK2pHl/full

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permasalahan Anak Usia Sekolah Dasar

Permasalaha Anak Usia Sekolah Dasar Gerakan pembentukan karakter begitu gencar dibicarakan saat ini seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang betapa penting pembentukan karakter. Menurut Stephen R Covey (2004) 90 persen nilai kepemimpinan adalah karakter. Sementara penelitian yang dilakukan di Harvard University menunjukkan 80 %   perilaku seorang pemimpin tergantung pada karakter personal orang tersebut (Warren Benis, dalam Educare Mei 2009). Dalam pembentukkan karakter perlu juga diperhatikan problem atau situasi konkrit yang dialami subjek atau anak didik. Sehingga pembentukan karakter itu bertolak dari permasalah real serta berbasis data. Saat upaya memahami pribadi anak didik kebanyakkan mengunakan teori yang berasal dari dunia barat.   Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengetahui permasalahan yang dialami oleh anak usia sekolah dasar secara kontekstual. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi dalam memahami permasalahan anak usia

The Way of the Heart

                                                                     The Way of the Heart                                                            (Tulisan di bawah ini dari FB saya) Menurut Jules Chevalier masalah sosial yang dialami masyarakat Perancis setelah revolusi di abab 18 adalah individualitas, egoisme dan sikap acuh tak acuh.Ia menganalogikan masalah-masalah tersebut seperti penyakit atau wabah. Untuk mengatasi masalah tersebut menurutnya Hati Kudus Yesus adalah obatnya.Orang perlu berdevosi kepada Hati Kudus Yesus untuk menghadapi masalah tersebut. Namun yang ia maksudkan adalah sebuah gaya hidup menurut hati atau cara hidup menurut hati (the way of the heart) yang bersumber pada hati Kudus Yesus, bukan semata-mata perbuatan ritual atau kultus. Kemudian saat ini ada sekelompok orang yang ingin spiritualitas tersebut relevan dengan permasalahan hidup yang dihadapi oleh umat dan masyarakat. Hal itu berpengaruh pada proses menjadikan Jules Chevalier sebagai ora

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama Katolik. Jantje Rasuh Abstrak Generasi muda merupakan tulang punggung Gereja, bangsa dan negara. Eksisnya Gereja akan ditentukan oleh generasi mudanya.   Begitu juga dengan pelayanan pastoral Gereja Katolik yang membutuhkan orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis. Guru agama Katolik berperan penting dalam pewartaan iman Katolik melalui kesaksian hidup, pendidikan dan pengajaran. Kurangnya orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi orang muda Katolik terhadap guru agama dan katekis. Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas   Yoanes XXIII Merauke dan SMA Yos Sudarso Merauke. Responden berjumlah 214 orang kelas X sampai XII, terdiri dari 145 siswa SMA Yoanes XXIII dan 69 siswa SMA Yos Sudarso. Pengambilan data dengan metode angket, yaitu angket persepsi terhadap guru agama Katolik dengan nilai reliabilitas Internal