Langsung ke konten utama

Fuga dan Megalomania dalam Asosiasi

 

Fuga dan Megalomania dalam Asosiasi





Setiap zaman memiliki masalah sendiri-sendiri. Pada Abad ke-19 gangguan Hysteria sangat banyak terjadi di Eropa. Kemudian pada Abad ke-20 gangguan Personality Disorder sering terlihat. Sedangkan Erich Fromm melihat irasionalitas melanda tanah airnya Jerman ketika perang dunia 1 pecah. Perilaku irasional itu berupa fanatisme histeris yang kegila-gilaan, teman-teman dan kenalan terpengaruh, guru yang sangat dikagumi menjadi fanatik. Orang-orang yang baik dan bijaksana tiba-tiba menjadi gila. Imbas dari pengaruh saat itu di Eropa tersebar hingga Amerika serikat. Gila agama sungguh-sungguh merajarelala ketika itu.
Bangsa Indonesia pernah dijajah oleh beberapa bangsa dari Eropa berpeluang kemungkinan terjadi gelombang gangguan jiwa yang dominan pada setiap tahap perkembangan. Pengrauh alkuturasi dapat menjadi variable independen pada majunya peradaban sebuah bangsa. Apakah mungkin perilaku Fuga dan Megalomania en Miniature menjadi gangguan paling popular saat ini.
Pengertian Fuga dan Megalomania en Miniature
Fuga dan gejala histeris
Fuga adalah keadaan perpecahan kepribadian yang ditandai dengan amnesia dan fisiknya sungguh-sungguh dari lingkungan untuk waktu sesaat. Depkes RI (1993) mengartikan Fuga (Fugue) Disasosiasi berupa hilangnya daya ingat, biasanya kejadian penting yang baru saja terjadi. Amnesia tersebut biasanya terpusat menjadi kejadian traumatik seperti kecelakaan atau kesedihan tak terduga secara parsiat atau selektif. Kondisi afektif ini sangat bervariasi. Kebingungan, stres, dan berbagai taraf perilaku mencari perhatian dapat merupakan bagian dari gejala, di lain pihak dapat terjadi sikap menerima keadaannya dengan tenang. Gejala ini paling banyak dijumpai pada tahap perkembangan dewasa muda. Selain itu perilaku meninggalkan rumah atau tempat kerja disengaja, dan selama itu yang bersangkutan tetap dapat mengurus dirinya (mandi, makan, dsb..) Selain itu penderita dapat melakukan interajsi social sederhana dengan orang-orang yang belum dikenalnya (membeli karcis, bensin, menanyakan arah, memesan makanan). Pada beberapa kasus mungkin penderita mengalami identitas baru, biasanya hanya berlangsung beberapa hari, tetapi kadang-kadang berlangsung untukjangka waktu lama. Melakukan perjalanan dengan tingkat kelengkapan yang menajubkan. Perjalanan itu bisa terorganisir ke tempat-tempat yang sudah dikenal oleh yang bersangkutan dan yang mempunyai makna emosional. Perilaku ini nampak normal.
Selain itu fuga berhubungan dengan psikosomatis dari penyakit histeria klasik yang muncul karena konflik-konflik emosional, ditandai dengan ketidak matangan pribadi, dan mekanisme pertahanan diri pembalikan. Hal ini nampak pada kasus Sybil yang berkepribadian ganda dngan ciri-ciri sebagai berikut:
- Tibab-tiba setengah wajah dan sisi lengan terasa kaku
- Kerongkongan kering dan mendapat kesulitan menelan
- Gangguan berupa penglihatan trowongan (Tunnel Vision)
- Kadang-kadang salah satu mata tidak bisa melihat
- Terkadang menabrak misalnya pintu
- Pusing kepala dan tidur berjam-jam
- Meregang-regang, mengejut-negejut dan terus menerus bergerak-gerak tanpa bisa dikontrol.
- Menderita tic (keranyit)
Tic menurut Depkes (1993) adalah suatu gerakan motorik (lazimnya mengenai satu kelompok otot tertentu) yang tidak dibawah pengendalian, tak berirama, kadang ada teriakan vokal yang mendadak dan tidak bertujuan nyata. Tic motorik sederhana yang umumnya melipuuti kedipan mata, kejutan leher, pengangkatan pundak, dan wajah yang menyeringai. Tic vokal sederhana meliputi: berdehem, suara menggongong, menghirup, dan berdesis. Tic kompleks memukul diri sendiri, meloncat. Tic vokal kompleks yaitu: mengulang kata (latah) dan adakala kurang senonoh (kata cabul) atau kotor (koprolaliah) dan mengulang kata ucapan sendiri (palilalia).
Secara psikologis gejala histeria meliputi: kehidupan ini rasanya terapung pada alam tidak nyata berisi firasat yang aneh. Selain itu tidak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan.
Gejala histeria klasik yang muncul sebagai psikosomatis itu dikenal dengan Chorea Sydenhem atau Chorea Huntington. Chorea Sydenhem suatu penyakit yang dikarekteriskan dengan gerak cepat dan tak koordinasi yang utamanya terjadi pada bagian wajah, tangan dan kaki. Chorea Sydenhem dikenal juga dengan tari Santo Vitus atau Saint Vitus Dance. Chorea Huntington berhubungandengan demensia. Demensia merupakan suatu sindrom penyakit otak, gangguan daya ingat, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, daya kemampuan menilai. Penyakit Huntington diturunkan oleh gen dominan tunggal autosomal. Gejala ini biasanya timbul pada usia 30-an dan 40-an. Pada beberapa kasus kemungkinan ditandai suatu depresi, axietas, keadaan paranoid yang disertai dengan perubahan kepribadian. Adanya gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan, bahu, atau cara berjalan khas manifestasi dari gangguan ini. Fenomena motorik lain mungkin menjadi nyata bila onset pada usia amat muda (kekakuan striafal) pada usia lanjut (intention tremor).
Megalomania en Miniature
Megalomania en Miniature (selanjutnya disingkat Megalomania) adalah orang kecil yang merasa diri besar dan berkuasa serta membentuk kelas social tersendiri. Sifat-sifat itu muncul pada tawanan Nasi di Kamp Kosentrasi yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai mandor pengawas sesame tawanan atau disebut capos. Mereka memiliki sifat-sifat yang licik dan kejam, penuh kekerasan. Gangguan ini dikenal dengan waham kebesaran atau Delusi Grandeur. Gangguan waham kebesaran dapat berupa suatu sistem yang menetap atau bertahan seumur hidup. Cirinya penderita merasa diri tinggi, istimewa (“exacted birt”), menjalankan misi khusus. Hal ini terjadi karena gangguan pikiran paranoid. Delusi Grandeur, penderita merasa diri punya kemampuan istimewa dan terpanggil dalam misi-misi penyelamatan, pembaharuan social, politik, diutus oleh Tuhan. Penderita bisa tampak normal dalam berbicara, beremosi, dan bertingka laku lainnya, serta terkesan meyakinkan Penderitanya dapat berupa eksekutif perusahan, professional yang licik, tokoh-tokoh politik atau keagamaan fanatik, pasangan yang sangat pencemburu, penjahat berdarah dingin dsb. Mereka terlibat dalam tidakan-tindakan subversf-kriminal penuh kekerasan, pemalsuan barang dagangan, penggelapan pajak, pembunuhandan sebagainya.
Korelasi Fuga dan Megalomania
Ada tiga jenis asosiasi atau hubungan yaitu: hubungan simetris, kausal dan interaktif. Hubungan simetris adalah korelasi antara dua hal atau lebih yang muncul secara kebetulan. Suatu peristiwa, keadaan atau kondisi yang dapat memunculkan Fuga dan Megalomania seara bersamaan. Misalnya situasi yang penuh kompetisi dapat menjadi sebab yang mempersiapkan atau merintis terjadinya gangguan secara bersamaan. Kondisi ini dapat membuat orang tersudutkan atau tidak berdaya memunulkan mekanisme pertahanan diri dengan berperan menjadi pribadi orang lain atau berperilaku mewakili orang lain lebih kompeten, berkuasa yang muncul bersamaan dengan perasaan merasa diri orang penting, berkelas tinggi, istimewa (waham kebesaran atau Delusi Grandeur). Hubungan kausal menunjuk pada relasi sebab akibat. Terdapat variable independen (yang mengpengaruhi) dan dependen (dipengaruhi). Fuga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku Megalomania. Artinya dengan merasa diri menjadi pribadi orang lain yang terbentuk melalui proses belajar sosial memunculkan perasaan merasa orang besar. Hal ini seperti yang dialami oleh para Capos. Hubungan interaktif atau Reciprocal (timbal balik) adalah terjadinya 2 variabel saling mengpengaruhi. Dalam keadaan ini tidak jelas mana yang menjadi variable independen dan dependen. Jadi Fuga mempengaruhi Megalomania, sebaliknya megalomania mengpengaruhi Fuga. Kedua gangguan itu dapat memperkuat satu sama lain.
Gangguan Fuga dan Megalomania Terindikasi
Ganggua Fuga dan Megalomania terjadi pada 2 orang atau lebih yang mempunyai hubungan hangat atau emosional yang erat. Orang-orang yang terlibat mempunyai hubungan yang sangat dekat, akrab, dan terisolasi dari orang lain, karena kelas sosial, bahasa, budaya atau geografis. Pada awalnya hanya seseorang atau beberapa orang yang menderita, kemudian mempengaruhi orang lain. Biasanya menghilang apabila terjadi pemisahan atau disosiasi diantara orang-orang tersebut. Jadi ada yang menjadi penyebab primer atau Prima Causa.
Fuga dan Megalomania dapat menjadi fenomena saat ini. Hal ini dapat merupakan resiko yang terjadi pada sebuah bangsa yang sedang berkembang menuju peradaban baru yang lebih positif dan konstruktif. Apakah anda mengalaminya? Jawabannya anda sendiri yang mengetahuinya, atau tanyakan pada “rumput yang bergoyang”.
Sumber Bacaan:
Depkes RI. 1993. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa -DSM III Jakarta: Depkes.
Koeswara,E.1992. Logoterapi psikoterapi Viktor Frankl. Yogyakarta: Kanisius.
Markam,J.S. 2003. Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Schreiber, F.R. 1973. Sybil: kisah nyata seorang gadis dengan 16 kepribadian. (terjemahan). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Sugiyono (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfa Beta.
Supratiknya, A. 1996. Mengenal perilaku abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permasalahan Anak Usia Sekolah Dasar

Permasalaha Anak Usia Sekolah Dasar Gerakan pembentukan karakter begitu gencar dibicarakan saat ini seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang betapa penting pembentukan karakter. Menurut Stephen R Covey (2004) 90 persen nilai kepemimpinan adalah karakter. Sementara penelitian yang dilakukan di Harvard University menunjukkan 80 %   perilaku seorang pemimpin tergantung pada karakter personal orang tersebut (Warren Benis, dalam Educare Mei 2009). Dalam pembentukkan karakter perlu juga diperhatikan problem atau situasi konkrit yang dialami subjek atau anak didik. Sehingga pembentukan karakter itu bertolak dari permasalah real serta berbasis data. Saat upaya memahami pribadi anak didik kebanyakkan mengunakan teori yang berasal dari dunia barat.   Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengetahui permasalahan yang dialami oleh anak usia sekolah dasar secara kontekstual. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi dalam memahami permasalahan anak usia

The Way of the Heart

                                                                     The Way of the Heart                                                            (Tulisan di bawah ini dari FB saya) Menurut Jules Chevalier masalah sosial yang dialami masyarakat Perancis setelah revolusi di abab 18 adalah individualitas, egoisme dan sikap acuh tak acuh.Ia menganalogikan masalah-masalah tersebut seperti penyakit atau wabah. Untuk mengatasi masalah tersebut menurutnya Hati Kudus Yesus adalah obatnya.Orang perlu berdevosi kepada Hati Kudus Yesus untuk menghadapi masalah tersebut. Namun yang ia maksudkan adalah sebuah gaya hidup menurut hati atau cara hidup menurut hati (the way of the heart) yang bersumber pada hati Kudus Yesus, bukan semata-mata perbuatan ritual atau kultus. Kemudian saat ini ada sekelompok orang yang ingin spiritualitas tersebut relevan dengan permasalahan hidup yang dihadapi oleh umat dan masyarakat. Hal itu berpengaruh pada proses menjadikan Jules Chevalier sebagai ora

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama Katolik. Jantje Rasuh Abstrak Generasi muda merupakan tulang punggung Gereja, bangsa dan negara. Eksisnya Gereja akan ditentukan oleh generasi mudanya.   Begitu juga dengan pelayanan pastoral Gereja Katolik yang membutuhkan orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis. Guru agama Katolik berperan penting dalam pewartaan iman Katolik melalui kesaksian hidup, pendidikan dan pengajaran. Kurangnya orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi orang muda Katolik terhadap guru agama dan katekis. Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas   Yoanes XXIII Merauke dan SMA Yos Sudarso Merauke. Responden berjumlah 214 orang kelas X sampai XII, terdiri dari 145 siswa SMA Yoanes XXIII dan 69 siswa SMA Yos Sudarso. Pengambilan data dengan metode angket, yaitu angket persepsi terhadap guru agama Katolik dengan nilai reliabilitas Internal