Langsung ke konten utama

MIMPI SEBAGAI TERAPI JIWA

 

MIMPI SEBAGAI TERAPI JIWA



Pada umumnya mimpi dihubungkan dengan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini sangat popular di masyarakat menengah ke bawah apabila berhubungan dengan keberuntungan misalnya menang togel, hadiah dll. Contoh lain penafsiran mimipi yang berhubungan dengan sImbol dilakukan oleh Joseph terhadap mimpi sang Pharaoh, tentang 7 ekor sapi gemuk yang disusul 7 ekor sapi kurus kemudian menelan sapi-sapi pertama tadi. Hal ini ditafsirkan sebagai sImbol dari 7 tahun kelaparan yang akan menelan habis seluruh kelebihan pangan yang telah dihasilkan pada 7 tahun masa kemakmuran.

Ada pelbagai penegertian tentang mimpi. Manusia purba membedakan mimpi menjadi 2 hal. Pertama, mimpi yang nyata dan berharga, yang diturunkan kepeda si pemimpi sebagai peringatan atau untuk meramalkan kejadian-kejadian di masa depan. Kedua, mimpi yang tidak bernilai atau kosong dan menipu, yang bertujuan untuk menyesatkan atau menuntun si pemimpi pada kehancuran. Mimpi pada zaman pra-sejarah dihubungkan dengan dunia supranatural, mimpi membawa ilham dari para dewa (divine origin) dan sekarang. Filsuf jaman kuno mempertalikan dengan paham manticisme (paham yang memandang dan menilai sesuatu berdasar ramalan) secara umum. Orang yang ahli meramal disebut mantic.

Menurut Aristoteles mimpi merupakan persoalan psikologis bukan ilham dari dewa (divine) melainkan sikap-sikap kejam atau jahat (demonic). Mimpi juga bukan bersifat ketuhanan atau wahyu supranatural, melainkan menunjuk pada dalil-dalil roh manusia atau berhubungan dengan sifat-sifat manusia. Jadi mimpi adalah aktivitas psikis seseorang ketika ia berada dalam kondisi tidak sadar atau sedang tidur. Secara fisiologis mimipi mengubah sensasi ringan yang dirasakan tubuh ke dalam sensasi yang lebih kuat. Seseorang merasa berjalan di bara api ketika ia sedang bermimpi padahal hanya bagian tubuhnya terasa menghangat. Hal ini dapat menjadi petunjuk para dokter pada diagnosis suatu penyakit.

Macrobius, Artemidorus dan Gruppe berpendapat bahwa mimpi dapat dipilah menjadi 2 golongan. Pertama, mimpi yang hanya dipengaruhi oleh masa lalu dan kini, tidak berkorelasi dengan masa depan. Enuknia (Insomia) yang secara langsung mereproduksi rangsangan yang diberikan atau sebaliknya misalnya rasa lapar dan kenyang. Phantasmata, yang merangsang rangsangan secara berlebihan, seperti mimpi buruk (Ephialtes). Kedua, mimpi berhubungan dengan masa depan. (1). Peramalan langsung yang diterima dari mimpi (Chermatisma, oraculum). (2). Pemberitahuam tentang kejadian-kejadian di masa depan (orama, visio). (3). Mimpi simbolik yang membutuhkan interpretasi ( Oneiros, somnium). Teori ini populer hingga paruh pertama abad ke-20.

Penelitian tentang mimpi dapat juga ditelaah dengan prespektif psikologi biologikal. Bidang kajian ini mencoba menemukan antara proses biologis dan perilaku. Misalnya sistem retikular yang terjadi di dalam otak berhubungan dengan kesadaran dan mimpi. Sistem retikular adalah suatu jaringan sirkuit neural yang membentang dari batang otak ke talamus melewati beberapa struktur sentral Core lain yang berperan penting mengendalikan kesadaran dan berfungsi sebagai filter. Apabila arus listrik dengan tegangan tertentu dialirkan melalui elektroda yang dipasang di kepala seekor kucing dan merangsang sistem retikular, hewan ini menjadi tidur.

Sedangkan mimpi dari penelitian tentang gejala yang muncul pada otak manusia dapat dijelaskan pada penelitian neuro-psikologi. Dengan alat pendeteksi perubahan grafik listrik atau gelombang otak yaitu Elektroensefalogram (EEG), nampak bahwa ketika orang sedang bermipi terjadi pada episode REM (Rapid eye movement) artinya gerakan mata cepat. Hasil rekaman dengan EEG dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Berikut ini merupakan pola gelombang otak ketika sedang tidur. Tidur releks, pola teratur 8 sampai 12 hertz per detik, berada pada gelombang alfa. Stadium 1: gelombang otak amplitudonya menjadi kurang teratur dan menurun. Stadium 2: munculnya spindal, atau respon rimik dengan frekuensi 12 sampai 16 hertz, kadang-kadang terjadi peningkatan atau penurunan amplitude yang tajam pada seluruh EEG. Tidur stadium 3 dan 4 : adanya gelombang lambat (1-2) hertz terjadi pada gelombang delta. Tidur REM terjadi ketika adanya gerakan mata dengan EEG melalui elektroda yang dipasang dekat mata subjek (seperti pada gambar di bawah ini). Elektroda itu akan mendeteksi pergerakan mata yang cepat. Untuk empat stadium tidur disebut non-REM atau NREM. Perbedaan kedua tipe tidur tersebut, NREM dan REM. Sebagai berikut:

NREM

REM

- Pergerakan mata hampir tidak ada

- Kecepatan denyut jantung dan pernapasan 

  menurun secara jelas

- Terjadi peningkatan reaksi otot

- Kecepatan metabolism otak menurun 25 – 30

   persen dibandingkan dengan keadaan terjaga.

- Mimpi selama NREM hanya 25 persen dan lebih mimpi dengan proses berpikir normal.

 

 

- Gerakan mata yang cepat sering berlangsung

   selama 10 sampai 20 detik

- Kecepatan jantung meningkat

- Kecepatan metabolisme otak meningkat sampai hampir  sebanding dengan terjaga

- Selama tidur REM otak terisolasi dari saluran motoric dan sensorik.

- Otak masih sangat aktif dalam tidur REM yang terkadang secara spontan oleh pelepasan neuron besar yang berasal di batang otak  kemudian berjalan ke bagian otak yang mengendalikan pergerakkan mata dan aktivitas motorik

- Mimpi selama tidur REM cenderung gelombang secara visual, memiliki ciri emosional dan tidak logis berhubungan dengan apa yang terjadi dalam keadaan terjaga.

 

Teori tidur mimpi Evans (1984), selama tidur REM otak menjadi Off-line mengisolasi dari jalur sensorik dan motorik serta cara kerja otak seperti komputer. Berbagai memori dan file program dibuka, diolah dan dimodifikasi serta diorganisisr berdasarkan pengalaman. Selama mimpi otak kembali On-line untuk waktu singkat. Otak berupaya menginterpretasi informasi dengan cara yang sama seperti menginterpretasi stimuli dari dunia luar. Peristiwa itu menjadi momen karakteristik dalam mimpi. Mimpi adalah sekelompok kecil informasi yang sedang mengalami Scanning dan dipilah selama tidur REM.

Teori sinyal dari Crick dan Mitchison bahwa korteks bagian otak tersusun dari network normal yang salaing berhubungan, setiap sel memiliki kapasitas untuk mengeksitasi sel disekitarnya. Apabila di satu titik eksitasi misalnya berupa not lagu maka pulsa berjalan ke seluruh network hingga menghasilkan memori sisa lagu karena cara kerja network seperti jarring laba-laba. Jika terlalu banyak informasi yang masuk akan terjadi malfungsi. Hal ini menghasilkan asosiasi yang aneh, fantasi, obsesi, dan mungkin halusinasi. Selama tidur REM terjadi mekanisme pembersihan terhadap informasi yang Overload.

Winson (1990) dalam penelitiannya pada binatang (kucing) menemukan irama teta 6 hertz EEG ditimbulkan oleh neuron di batang otak dan dapat diobservasi hipokampus yang merupakan struktur otak yang membentuk memori jangka Panjang. Peristiwa ketika kucing akan menangkap mangsanya dalam kedaan tenang, irama teta pada otak sama dengan ketika sedang tidur terjaga. Penemuan Wilson irama teta pada hewan yang sedang tidur terjaga membuat ia yakin bahwa pada situasi ini sedang terjadi proses melebel (tagging) informasi disusun melalui memori jangka panjang selama tidur REM Irama teta yang melebel informasi dan membentuk memori jangka panjang mungkin dapat terjadi pada manusia. Hal ini menjelaskan mengapa mimpi berasal dari kesulitan hidup saat ini dan pengalaman masa kanak-kanak.

Penelitian LeDoux tentang amigdala pada masa kanak-kanak menjelaskan bahwa pada tahun-tahun awal kehidupan manusia, menjadi dasar serangkaian pembelajaran emosi berdasarkan kebiasaan dan gangguan awal antara bayi dan ibu atau pengasuh. Menurut Ledoux (1993) pembelajaran tersebut disimpan dalam amigdala sebagai cetak biru yang mentah, tanpa keterangan apapun dalam kehidupan emosional.

Secara psikologis mimpi dapat dijelaskan dengan fenomena dalam Altered States of Consciousness (ASC) berarti “wujud kembar” dari kesadaran. Meskipun beberapa antropolog tidak memasukkan mimpi dalam fenomena ASC. Fenomena ASC mencakup pengalaman-pengalaman mistik, meditasi, hypnosis, kerasukan dan kemasukan setan (Ward, 1989). Mimpi dalam tulisan ini merupakan proses yang dihasilakan dari hypnosis yang merupakan bagian dari penyembuhan gangguan jiwa dari ringan hingga akut. Selama ASC proses-proses kognitif dan emosi berubah (ludwig, 1961), dengan ciri-ciri sebagai berikut:

- Kelainan berpikir

- Penghayatan waktu terganggu

- Kehilangan kehendak

- Perubahan dalam mengungkapkan emosi

- Perubahan dalam pencitraan tubuh

- Cemaran persepsi

-Perubahan dalam pemaknaan dan peningkatan pengalaman subjektif.

-Penghayatan pada hal-hal tak terlukiskan

-Perasaan-perasaan peremajaan

-Rentan terhadap pengaruh berlebihan (Ludwig, 1961).

Hal-hal yang dapat mempermudah kemunculan ASC berupa : Sinar ritmik, tepukan, tarian, nyanyian, musik, kerja paksa hingga menimbulkan rasa lapar, misalnya kejadian yang dialami oleh tawanan nazi di kamp konsentrasi ditandai dengan mimpi-mimpi yang khas. Biasanya mereka bermimpi tentang roti, kue, rokok dan pemandian air hangat.

Mimpi yang dikendalikan dalam proses terapi penyembuhan gangguan jiwa. Dalam penelitian mimpi dapat dikendalikan dengan sugesti sebelum tidur. Sugesti pra-penelitian yang dilakukan Roffwarg, Herman, Bowe-Anders & Tauber (1978) efek menggunakan kaca mata merah beberapa jam sebelum tidur. Banyak subjek melaporkan bahwa dunia mimpi visual mereka berwarna merah. Penelitian lain, subjek diminta untuk bermimpi karakterristik kepribadian yang mereka inginkan. Sebagian besar subjek mengalami sekurangya 1 mimpi dimana Trait yang diharapkan (Cartwright, 1974). Sugesti pascahipnotik adalah cara lain untuk mempengaruhi isi mimpi. Terdapat aspek tematik sugesti yang terjadi tanpa elemen spesifik dan sebagaimana mimpi hanya terdapat elemen spesifik sugesti (Tart & Dick, 1970).

Mimpi yang ditimbulkan melalui wawancara sebelum tidur. Sebelum tidur subjek diwawancarai dengan tujuan mengsugesti subjek untuk menemukan penyebab primer, Predisposisi, pencetus dan penguat (reinforcing) dari gangguan kejiwaan. Penyebab primer adalah kondisi yang harus dipenuhi agar suatu gangguan dapat muncul, misalnya kecemasan yang terjadi ketika masih kanak-kanak. Penyebab predisposisi adalah keadaan yang merintis terjadinya gangguan di masa yang akan datang. Penyebab pencetus, suatu peristiwa yang menyebabkan munculnya perilaku abnormal. Penyebab yang menguatkan ialah peristiwa yang memantapkan suatu keadaan atau kecendrungan tertentu yang telah ada sebelumnya, yang dialami oleh subjek.

Analisis mimpi berhubungan dengan metode asosiasi bebas psikoanalisis. Dari mimpi-mimpi pasien kemudian dilakukan analisis dengan metode asosiasi bebas. Pasien diajak untuk bebas mengungkapkan mimpi-mimpinya. Mimpi merupakan sumber informasi yang kaya tentang dinamika kepribadian manusia. Mimpi mengungkapkan kegiatan isi paling primitiv dari jiwa manusia dan proses itu terjadi melalui proses primer. Mimpi sebagai kegiatan psikis yang sebenarnya yang merupakan “wujud kebar “dari kesadaran.

Jadi mimpi dapat menjadi terapi jiwa, karena dalam mimpi terjadi releksasi, rikaveri (recovery) atau penyembuhan gangguan jiwa. Dimana konflik-konflik batin yang telah terrepresikan dapat muncul dalam mimpi yang membuat orang menjadi releks secara kejiwaan atau berada dalam keadaan seimbang.




Sumber Bacaan:

Atkinson, R. L.dkk. ( ) Pengantar Psikologi. Edisi kesebelas, Jilid 1. Batam: Interaksara.

Berry, J.W., dkk. (1999). Psikologi lintasbudaya: riset dan aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Freud,S. (2001). Tafsir mimpi. Terjemahan. Yogyakarta: Jendela.

Goleman,D.(1997). Emotional Intelligence: kecerdasan emosional, mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hall, C.S. & Lindzey, G. (1993). Psikologi kepribadian 1: teori-teori psikodinamik (klinis). Yogyakarta: Kanisius.

Koeswara,E.(1992). Logoterapi psikoterapi Viktor Frankl. Yogyakar: Kanisius.

Markam,J.S.(2002). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Universitas Indonesia.




MIMPI SEBAGAI TERAPI JIWA






Pada umumnya mimpi dihubungkan dengan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini sangat popular di masyarakat menengah ke bawah apabila berhubungan dengan keberuntungan misalnya menang togel, hadiah dll. Contoh lain penafsiran mimpi yang berhubungan dengan simbol dilakukan oleh Joseph terhadap mimpi sang Pharaoh, tentang 7 ekor sapi gemuk yang disusul 7 ekor sapi kurus kemudian menelan sapi-sapi pertama tadi. Hal ini ditafsirkan sebagai simbol dari 7 tahun kelaparan yang akan menelan habis seluruh kelebihan pangan yang telah dihasilkan pada 7 tahun masa kemakmuran.
Ada pelbagai penegertian tentang mimpi. Manusia purba membedakan mimpi menjadi 2 hal. Pertama, mimpi yang nyata dan berharga, yang diturunkan kepada si pemimpi sebagai peringatan atau untuk meramalkan kejadian-kejadian di masa depan. Kedua, mimpi yang tidak bernilai atau kosong dan menipu, yang bertujuan untuk menyesatkan atau menuntun si pemimpi pada kehancuran. Mimpi pada zaman pra-sejarah dihubungkan dengan dunia supranatural, mimpi membawa ilham dari para dewa (divine origin) dan sekarang. Filsuf jaman kuno mempertalikan dengan paham manticisme (paham yang memandang dan menilai sesuatu berdasar ramalan) secara umum. Orang yang ahli meramal disebut mantic.
Menurut Aristoteles mimpi merupakan persoalan psikologis bukan ilham dari dewa (divine) melainkan sikap-sikap kejam atau jahat (demonic). Mimpi juga bukan bersifat ketuhanan atau wahyu supranatural, melainkan menunjuk pada dalil-dalil roh manusia atau berhubungan dengan sifat-sifat manusia. Jadi mimpi adalah aktivitas psikis seseorang ketika ia berada dalam kondisi tidak sadar atau sedang tidur. Secara fisiologis mimpi mengubah sensasi ringan yang dirasakan tubuh ke dalam sensasi yang lebih kuat. Seseorang merasa berjalan di bara api ketika ia sedang bermimpi padahal hanya bagian tubuhnya terasa menghangat. Hal ini dapat menjadi petunjuk para dokter pada diagnosis suatu penyakit.
Macrobius, Artemidorus dan Gruppe berpendapat bahwa mimpi dapat dipilah menjadi 2 golongan. Pertama, mimpi yang hanya dipengaruhi oleh masa lalu dan kini, tidak berkorelasi dengan masa depan. Enuknia (Insomia) yang secara langsung mereproduksi rangsangan yang diberikan atau sebaliknya misalnya rasa lapar dan kenyang. Phantasmata, yang merangsang rangsangan secara berlebihan, seperti mimpi buruk (Ephialtes). Kedua, mimpi berhubungan dengan masa depan. (1). Peramalan langsung yang diterima dari mimpi (Chermatisma, oraculum). (2). Pemberitahuam tentang kejadian-kejadian di masa depan (orama, visio). (3). Mimpi simbolik yang membutuhkan interpretasi ( Oneiros, somnium). Teori ini populer hingga paruh pertama abad ke-20.
Penelitian tentang mimpi dapat juga ditelaah dengan prespektif psikologi biologikal. Bidang kajian ini mencoba menemukan antara proses biologis dan perilaku. misalnya hipotalamus dan sistem retikular . Hipotalamus adalah bagian otak yang mengatur makan, minum dan perilaku seksual serta mengendalikan aktivitas endoktrin ; mempertahankan homeostatis atau memperbaikinya. Bagian ini menjadi penyeimbang ketika tubuh kedinginan atau kepanasan. Selain itu hipotalamus berperan penting dalam emosi dan respon terhadap situasi stres. Stimulus listrik ringan pada daerah tertentu pada hipotalamus mengakibatkan perasaan senang. Sedangkan stimuli di daerah dekatnya akan ada sensasi tidak menyenangkan atau menyakitkan. Oleh karena itu hipotalamus dijuluki "pusat stres" dan berperan khusus dalam metabolisme tubuh. Dalam hal seksual, hipotalamus merupakan struktur bagian otak yang berhubungan dengan perilaku homoseksual. Pada pria heteroseksual ukuran volume otak sekelompok sel spesifik di daerah arterior hipotalamus 2 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita. Pria homoseksual untuk ukuran sel kelompok ini sama dengan ukuran wanita. Perbedaan ukuran tidak hanya berkorelasi dengan orientasi seksual tetapi mungkin menyebabkannya, (LeVey, 1991).
Sistem retikular berhubungan dengan kesadaran dan mimpi. Sistem retikular adalah suatu jaringan sirkuit neural yang membentang dari batang otak ke talamus melewati beberapa struktur sentral Core lain yang berperan penting mengendalikan kesadaran dan berfungsi sebagai filter. Apabila arus listrik dengan tegangan tertentu dialirkan melalui elektroda yang dipasang di kepala seekor kucing dan merangsang sistem retikular, hewan ini menjadi tidur. Selain itu sistem ini berhubungan dengan Disosiasi. Konsep disosiasi pertama kali dikemukakan oleh psikiatri Prancis Pierre Janet (1889). Disosiasi berarti terbaginya kesadaran dalam kondisi tertentu atau pada satu momen, atau memutuskan asosiasi dari satu hal ke hal lain. Seseorang dalam kondisi tertentu sebagian pikiran dan tindakannya menjadi terbagi atau disosiasi dari bagian lain dan berfungsi di luar kesadaran. Contoh yang sederhana jika seseorang menjadi stress mungkin sementara ia mengabaikannya dari pikiran agar mampu berfungsi lebih efektif. Contoh yang lebih kompleks ketika seseorang mengendarai sepeda, sepeda motor atau mobil. Misalnya pada saat sedang mengendarai mobil, mendengarkan musik, menyetir sambil menelepon, mengecilkan volume musik, menginjak pedal rem secara perlahan. Perilaku secara otomatis itu terbentuk melalui pengalaman belajar. Sedangkan disosiasi yang sangat kompleks perilaku kepribadian ganda Sybil, seorang gadis degan 16 kepribadian.
Sedangkan mimpi dari penelitian tentang gejala yang muncul pada otak manusia dapat dijelaskan pada penelitian neuro-psikologi. Dengan alat pendeteksi perubahan grafik listrik atau gelombang otak yaitu Elektroensefalogram (EEG), nampak bahwa ketika orang sedang bermimpi terjadi pada episode REM (Rapid eye movement) artinya gerakan mata cepat. Hasil rekaman dengan EEG dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Berikut ini merupakan pola gelombang otak ketika sedang tidur. Tidur releks, pola teratur 8 sampai 12 hertz per detik, berada pada gelombang alfa. Stadium 1: gelombang otak amplitudonya menjadi kurang teratur dan menurun. Stadium 2: munculnya spindal, atau respon rimik dengan frekuensi 12 sampai 16 hertz, kadang-kadang terjadi peningkatan atau penurunan amplitude yang tajam pada seluruh EEG. Tidur stadium 3 dan 4 : adanya gelombang lambat (1-2) hertz terjadi pada gelombang delta. Tidur REM terjadi ketika adanya gerakan mata dengan EEG melalui elektroda yang dipasang dekat mata subjek (seperti pada gambar di bawah ini). Elektroda itu akan mendeteksi pergerakan mata yang cepat. Untuk empat stadium tidur disebut non-REM atau NREM. Perbedaan kedua tipe tidur tersebut, NREM dan REM. Sebagai berikut:
NREM
- Pergerakan mata hampir tidak ada
- Kecepatan denyut jantung dan pernapasan
menurun secara jelas
- Terjadi peningkatan reaksi otot
- Kecepatan metabolisme otak menurun 25 – 30
persen dibandingkan dengan keadaan terjaga.
- Mimpi selama NREM hanya 25 persen dan lebih mirip dengan proses berpikir normal.
- Gangguan tidur berupa Apnea. Penderita Apnea berhenti bernapas saat tidur untuk beberapa saat atau berlangsung sangat singkat. Ada 2 sebab terjadinya apnea. Pertama, otak berhenti mengirimkan sinyal "bernafas" ke diafragma dan otot pernapasan lainnya, menyebabkan berhenti bernapas. Kedua, otot di bagian atas tenggorokan menjadi terlalu relaks, menyebabkan saluran udara tertutup secara parsial yang memaksa otot pernapasan untuk menarik lebih kuat udara yang masuk. Reaksi ini menyebabkan saluran pernapasan kolaps sepenuhya, kadar oksigen darah menurun secara derastis menyebabkan sekresi hormon emergensi. Hal ini merangsang penderita terbangun dan mulai bernafas.
Tidur REM
Gerakan mata yang cepat sering berlangsung
selama 10 sampai 20 detik
- Kecepatan jantung meningkat
- Kecepatan metabolisme otak meningkat sampai hampir
sebanding dengan terjaga
- Selama tidur REM otak terisolasi dari saluran motorik dan
sensorik.
- Otak masih sangat aktif dalam tidur REM yang terkadang secara spontan oleh pelepasan neuron besar yang berasal di batang otak kemudian berjalan ke bagian otak yang mengendalikan pergerakan mata dan aktivitas motorik
- Mimpi selama tidur REM cenderung gelombang secara visual, memiliki ciri emosional dan tidak logis berhubungan dengan apa yang terjadi dalam keadaan terjaga.
- Gangguan tidur Narkolepsi dapat terjadi, dimana masuknya (intrusi) episode REM pada siang hari. Contohnya seseorang sedang tidur sambil mendengarkan kuliah. Ia mengalami serangan kantuk yang berlebihan dan tidak dapat ditahan pada waktu yang tidak tepat. Hal ini dapat berlangsung 15 sampai 30 menit. Penyebabnya dapat berupa genetik.
Teori tidur mimpi Evans (1984), selama tidur REM otak menjadi Off-line mengisolasi dari jalur sensorik dan motorik serta cara kerja otak seperti komputer. Berbagai memori dan file program dibuka, diolah dan dimodifikasi serta diorganisisr berdasarkan pengalaman. Selama mimpi otak kembali On-line untuk waktu singkat. Otak berupaya menginterpretasi informasi dengan cara yang sama seperti menginterpretasi stimuli dari dunia luar. Peristiwa itu menjadi momen karakteristik dalam mimpi. Mimpi adalah sekelompok kecil informasi yang sedang mengalami Scanning dan dipilah selama tidur REM.
Teori sinyal dari Crick dan Mitchison bahwa korteks bagian otak tersusun dari network normal yang saling berhubungan, setiap sel memiliki kapasitas untuk mengeksitasi sel disekitarnya. Apabila di satu titik eksitasi misalnya berupa not lagu maka pulsa berjalan ke seluruh network hingga menghasilkan memori sisa lagu karena cara kerja network seperti jaring laba-laba. Jika terlalu banyak informasi yang masuk akan terjadi malfungsi. Hal ini menghasilkan asosiasi yang aneh, fantasi, obsesi, dan mungkin halusinasi. Selama tidur REM terjadi mekanisme pembersihan terhadap informasi yang Overload.
Winson (1990) dalam penelitiannya pada binatang (kucing) menemukan irama teta 6 hertz EEG ditimbulkan oleh neuron di batang otak dan dapat diobservasi hipokampus yang merupakan struktur otak yang membentuk memori jangka panjang. Peristiwa ketika kucing akan menangkap mangsanya dalam keadaan tenang, irama teta pada otak sama dengan ketika sedang tidur terjaga. Penemuan Wilson irama teta pada hewan yang sedang tidur terjaga membuat ia yakin bahwa pada situasi ini sedang terjadi proses melebel (tagging) informasi disusun melalui memori jangka panjang selama tidur REM Irama teta yang melebel informasi dan membentuk memori jangka panjang mungkin dapat terjadi pada manusia. Hal ini menjelaskan mengapa mimpi berasal dari kesulitan hidup saat ini dan pengalaman masa kanak-kanak.
Penelitian LeDoux tentang amigdala pada masa kanak-kanak menjelaskan bahwa pada tahun-tahun awal kehidupan manusia, menjadi dasar serangkaian pembelajaran emosi berdasarkan kebiasaan dan gangguan awal antara bayi dan ibu atau pengasuh. Menurut Ledoux (1993) pembelajaran tersebut disimpan dalam amigdala sebagai cetak biru yang mentah, tanpa keterangan apapun dalam kehidupan emosional.
Pengalaman di masa kanak-kanak pada usia di bawah 5 tahun merupakan antesden terhadap perilaku di periode perkembangan anak selanjutnya atau hingga masa dewasa. Perilaku yang berulang akan tersimpan di area bawa sadar dalam diri, misalnya perilaku kekerasan atau destruktif (Holocaust) yang dialami seseorang. Peristiwa ini di simpan di bagian otak Basal Ganglia, (lihat gambar di bawah ini). Akan ada jalur saraf yang tebal yang merupakan indikasi dari terbentuknya suatu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar (Nuwer. dalam Stoltz, 2000). Pada gambar di bawah ini terlihat bahwa semakin perilaku itu diulang jalur sarafnya akan menebal; tahap pertama, tahap kedua dan tahap ketiga. Hal itu dapat diketahui melalui hasil pemindaian Positron Emission Technology (PET). Begitu juga dengan perilaku konstruktif misalnya cara merespon ketika mengalami tekanan dengan kreativitas; olah raga pernapasan atau yoga, menulis, terapi mimpi dll.
Pendapat lain menjelaskan bahwa emosi pengalaman masa lalu terekam pada neuron. Neuron adalah sel kusus pada otak yang menjadi unit dasar sistem saraf. Neuron menjadi kunci rahasia dari kegiatan belajar dan berfungsinya mental karena proses merekam, mengkodifikasi, mengingat menyimpan segenap pengalaman manusia terdapat pada badan sel dan serabut-serabut saraf. atau sistem saraf ini (lihat gambar neuron dan bagian-bagiannya di bawah ini). Neuron merupakan tempat emosi, inteligensi dan afeksi.
Secara psikologis mimpi dapat dijelaskan dengan fenomena dalam Altered States of Consciousness (ASC) berarti “wujud kembar” dari kesadaran. Meskipun beberapa antropolog tidak memasukkan mimpi dalam fenomena ASC. Fenomena ASC mencakup pengalaman-pengalaman mistik, meditasi, hypnosis, kerasukan dan kemasukan setan (Ward, 1989). Mimpi dalam tulisan ini merupakan proses yang dihasilkan dari hypnosis yang merupakan bagian dari penyembuhan gangguan jiwa dari ringan hingga akut. Selama ASC proses-proses kognitif dan emosi berubah (Ludwig, 1961), dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Kelainan berpikir
- Penghayatan waktu terganggu
- Kehilangan kehendak
- Perubahan dalam mengungkapkan emosi
- Perubahan dalam pencitraan tubuh
- Cemaran persepsi
-Perubahan dalam pemaknaan dan peningkatan pengalaman subjektif.
-Penghayatan pada hal-hal tak terlukiskan
-Perasaan-perasaan peremajaan
-Rentan terhadap pengaruh berlebihan.
Hal-hal yang dapat mempermudah kemunculan ASC berupa : Sinar ritmik, tepukan, tarian, nyanyian, musik, kerja paksa hingga menimbulkan rasa lapar, misalnya kejadian yang dialami oleh tawanan Nazi di kamp konsentrasi ditandai dengan mimpi-mimpi yang khas. Biasanya mereka bermimpi tentang roti, kue, rokok dan pemandian air hangat.
Mimpi yang dikendalikan dalam proses terapi penyembuhan gangguan jiwa. Dalam penelitian mimpi dapat dikendalikan dengan sugesti sebelum tidur. Sugesti pra-penelitian yang dilakukan Roffwarg, Herman, Bowe-Anders & Tauber (1978) efek menggunakan kaca mata merah beberapa jam sebelum tidur. Banyak subjek melaporkan bahwa dunia mimpi visual mereka berwarna merah. Penelitian lain, subjek diminta untuk bermimpi karakteristik kepribadian yang mereka inginkan. Sebagian besar subjek mengalami sekurangnya 1 mimpi dimana Trait yang diharapkan (Cartwright, 1974). Sugesti pascahipnotik adalah cara lain untuk mempengaruhi isi mimpi. Terdapat aspek tematik sugesti yang terjadi tanpa elemen spesifik dan sebagaimana mimpi hanya terdapat elemen spesifik sugesti (Tart & Dick, 1970).
Mimpi yang ditimbulkan melalui wawancara sebelum tidur. Sebelum tidur subjek diwawancarai dengan tujuan mengsugesti subjek untuk menemukan penyebab primer, Predisposisi, pencetus dan penguat (reinforcing) dari gangguan kejiwaan. Penyebab primer adalah kondisi yang harus dipenuhi agar suatu gangguan dapat muncul, misalnya kecemasan yang terjadi ketika masih kanak-kanak. Penyebab predisposisi adalah keadaan yang merintis terjadinya gangguan di masa yang akan datang. Penyebab pencetus, suatu peristiwa yang menyebabkan munculnya perilaku abnormal. Penyebab yang menguatkan ialah peristiwa yang memantapkan suatu keadaan atau kecenderungan tertentu yang telah ada sebelumnya, yang dialami oleh subjek.
Dalam proses wawancara dapat terjadi anamnesis yaitu mengenang kembali peristiwa di masa lalu. berikut topik anamnesis yang dapat muncul pada subjek menurut Schraml (1969):
*Somatis; kesehatan sekarang, penyakit yang pernah diderita dan riwayat penyakit.
*Sosiologis: Pendidikan, pekerjaan, latarbelakang (sosial) keluarga, perumahan, penghasilan agama.
*Biologis dan Perkembangan: Pada anak-anak diperoleh dari wawancara dengan orang lain, orangtua, pengasuh mengenai data perkembangan.
*Eksplorasi masalah: pengamatan, pengalaman, perasaan, dan cara bertingkah laku yang normal atau patologis.
* Eksplorasi psikoanalisis: Pengalaman biografis untuk mencari apa yang menentukan (mendeterminir) penderitaan, atau situasi sekarang dan mendapat pengertian mengenai sikap terhadap orang-orang berarti, dan lingkungan sekarang,
Contoh anamnesis pada kasus anak laki-laki berumur 12 tahun yang takut tidur karena sosok berwajah hijau dan bermata merah, dan seorang wanita berusia 40 tahun penderita histeria (Freud, tafsir mimpi). Pada kedua kasus itu terjadi transformasi regresi pada proses terapi. Regresi adalah proses kembali pada pengalaman yang lebih awal yang menyebabkan terjadinya trauma, dimana orang cenderung mundur ke tahap sebelumnya ketika mengalami fiksasi. Frustasi dan kecemasan dalam taraf tertentu atau terlalu besar yang membuat perkembangan kepribadian individu terhenti sementara atau seterusnya disebut fiksasi.
Kasus yang terjadi pada anak laki-laki berumur 12 tahun sebagai berikut. Anak itu mengalami rasa takut akan tidur karena sosok berwajah hijau dan mata merah yang menghantuinya. Sumber dari rasa takutnya adalah ingata-ingatan yang tertekan yang merupakan manifestasi dari ingatan bawah sadar. Ingatan itu berasal dari ingata sadar yang ia alami selama 4 tahun sebelumnya. Ingatan itu terkait dengan perilaku buruk misalnya masturbasi yang membuat ia suka mencela dirinya. Disamping itu ibunya memberi tahu bahwa corak kulitnya berwarna kehijauan. dan ia memiliki mata merah. Oleh sebab itu muncul penglihatan yang menakutkannya merupakan determinasi perkata lain dari ibunya berupa anak itu akan menjadi gila, tidak bisa mempelajari apapun di sekolah dan akan dihukum mati. Ia menjadi takut luar biasa terhadap ramalan ini. Kemudian anak itu menjalani terapi dengan tidur tanpa kecemasan melalui asosiasi bebas yang membuat ia mengalami kesembuhan. Kecemasannya dapat dihilangkan dan ia mampu menyelesaikan sekolah dengan nilai memuaskan.
Kasus yang kedua seorang wanita berusia 40 tahun penderita histeria. Kejadiannya suatu pagi ia membuka matanya dan melihat kakaknya dalam kamar padahal ia tahu kakaknya sedang dirawat di rumah sakit jiwa. Anak laki-laki masih kecil tidur di sampingnya dan ia menarik selimut menutupi wajah anak itu. Hal ini ia lakukan agar anak itu tidak ketakutan melihat wajah kakaknya, dan kejang-kejangnya kambuh (wanita berusia 40 tahun). Setelah itu bayangan tadi menghilang. Bayangan ini merupakan revisi dari pengalaman sadarnya di masa lalu yang terhubung dengan materi bawah sadar dalam pikiran saat ini. Peristiwa itu berhubungan dengan kematian ibunya ketika ia berusia 18 bulan menderita epilepsi atau kejang-kejang disertai histeria (kata perawat yang merawat ibunya). Hal ini membuat ia takut pada kakaknya yang selalu tampak seperti hantu dengan kain pembungkus ranjang menutupi wajahnya. Kenangan masa kecil ini berupa pemunculan seorang kakak, kain ranjang, rasa takut disusun dalam konteks baru dan dipindahkan ke orang lain. Motifnya kecemasan dan penglihatan ini (penampakan seorang kakak di pagi hari) adalah kecemasan jika si anak yang mempunyai kemiripan wajah dengan pamannya akan bernasib sama dengan kakaknya.
Analisis mimpi berhubungan dengan metode asosiasi bebas psikoanalisis. Dari mimpi-mimpi pasien kemudian dilakukan analisis dengan metode asosiasi bebas. Pasien diajak untuk bebas mengungkapkan mimpi-mimpinya. Mimpi merupakan sumber informasi yang kaya tentang dinamika kepribadian manusia. Mimpi mengungkapkan kegiatan isi paling primitif dari jiwa manusia dan proses itu terjadi melalui proses primer. Mimpi sebagai kegiatan psikis yang sebenarnya yang merupakan “wujud kebar “dari kesadaran.
Jadi mimpi dapat menjadi terapi jiwa, karena dalam mimpi terjadi releksasi, rikaveri (recovery) atau penyembuhan gangguan jiwa. Dimana konflik-konflik batin yang telah terepresikan dapat muncul dalam mimpi yang membuat orang menjadi relaks secara kejiwaan atau berada dalam keadaan seimbang.
Sumber Bacaan:
Atkinson, R. L.dkk. ( ) Pengantar Psikologi. Edisi kesebelas, Jilid 1. Batam: Interaksara.
Berry, J.W., dkk. (1999). Psikologi lintas-budaya: riset dan aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Freud,S. (2001). Tafsir mimpi. (Terjemahan). Yogyakarta: Jendela.
Goleman,D.(1997). Emotional Intelligence: kecerdasan emosional, mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hall, C.S. & Lindzey, G. (1993). Psikologi kepribadian 1: teori-teori psikodinamik (klinis). Yogyakarta: Kanisius.
Koeswara,E.(1992). Logoterapi psikoterapi Viktor Frankl. Yogyakarta: Kanisius.
Markam,J.S.(2003). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Notosoedirdjo, M. & Latipun. (2001). Kesehatan mental: konsep dan penerapan. Edisi ketiga. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Stoltz, P. G. (2000). Adversity quotient: turning obstacles into opportunities / mengubah hambatan menjadi peluang. Jakarta: Grasindo.







5 Komentar







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permasalahan Anak Usia Sekolah Dasar

Permasalaha Anak Usia Sekolah Dasar Gerakan pembentukan karakter begitu gencar dibicarakan saat ini seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang betapa penting pembentukan karakter. Menurut Stephen R Covey (2004) 90 persen nilai kepemimpinan adalah karakter. Sementara penelitian yang dilakukan di Harvard University menunjukkan 80 %   perilaku seorang pemimpin tergantung pada karakter personal orang tersebut (Warren Benis, dalam Educare Mei 2009). Dalam pembentukkan karakter perlu juga diperhatikan problem atau situasi konkrit yang dialami subjek atau anak didik. Sehingga pembentukan karakter itu bertolak dari permasalah real serta berbasis data. Saat upaya memahami pribadi anak didik kebanyakkan mengunakan teori yang berasal dari dunia barat.   Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengetahui permasalahan yang dialami oleh anak usia sekolah dasar secara kontekstual. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi dalam memahami permasalahan anak usia

The Way of the Heart

                                                                     The Way of the Heart                                                            (Tulisan di bawah ini dari FB saya) Menurut Jules Chevalier masalah sosial yang dialami masyarakat Perancis setelah revolusi di abab 18 adalah individualitas, egoisme dan sikap acuh tak acuh.Ia menganalogikan masalah-masalah tersebut seperti penyakit atau wabah. Untuk mengatasi masalah tersebut menurutnya Hati Kudus Yesus adalah obatnya.Orang perlu berdevosi kepada Hati Kudus Yesus untuk menghadapi masalah tersebut. Namun yang ia maksudkan adalah sebuah gaya hidup menurut hati atau cara hidup menurut hati (the way of the heart) yang bersumber pada hati Kudus Yesus, bukan semata-mata perbuatan ritual atau kultus. Kemudian saat ini ada sekelompok orang yang ingin spiritualitas tersebut relevan dengan permasalahan hidup yang dihadapi oleh umat dan masyarakat. Hal itu berpengaruh pada proses menjadikan Jules Chevalier sebagai ora

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama Katolik. Jantje Rasuh Abstrak Generasi muda merupakan tulang punggung Gereja, bangsa dan negara. Eksisnya Gereja akan ditentukan oleh generasi mudanya.   Begitu juga dengan pelayanan pastoral Gereja Katolik yang membutuhkan orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis. Guru agama Katolik berperan penting dalam pewartaan iman Katolik melalui kesaksian hidup, pendidikan dan pengajaran. Kurangnya orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi orang muda Katolik terhadap guru agama dan katekis. Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas   Yoanes XXIII Merauke dan SMA Yos Sudarso Merauke. Responden berjumlah 214 orang kelas X sampai XII, terdiri dari 145 siswa SMA Yoanes XXIII dan 69 siswa SMA Yos Sudarso. Pengambilan data dengan metode angket, yaitu angket persepsi terhadap guru agama Katolik dengan nilai reliabilitas Internal