Langsung ke konten utama

                                                                    Test-retest

Menanggapi beberapa pendapat atau tulisan tentang test-retest. Dalam berbagai buku yang membahas tentang test-retest atau tes ulang dijelaskan menggunakan rumus korelasi dalam menentukan reliabilitas suata alat tes, begitu juga dalam seleksi aitem. Menurut saya untuk menentukan apakah suatu alat tes baik atau tinggi reliabilitasnya menggunakan uji beda (uji t atau t-test, analisis varians untuk lebih dari 2 kali pengkuran) bukan uji korelasi (r atau korelasi internal / item total). Uji t-test atau varians menggunakan rumus uji komparatif sampel independen atau tidak berhubungan. Alasannya mengapa menggunakan uji beda karena menurut teori skor murni klasik asumsi 2, 4 dan 5 tidak ada hubugan antara hasil tes pertama, kedua dan seterusnya. Setiap pengkuran bersifat independen. Atas dasar itu maka uji beda lah yang dipakai pada test-retest. Jadi hipotesisnya Ho : µ1 = µ2 untuk menguji 2 kali pengukuran. Bunyinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara tes atau pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. Sedangkan hipotesis penelitiannya H1 : µ1 ≠ µ2, atau terdapat perbedaan yang signifikan antara tes pertama atau pengukuran pertama dengan yang kedua. Kemudian untuk menentukan alat tesnya memiliki konsistensi atau stabilitas yang baik atau tinggi harusnya hipotesis Ho yang diterima dan hipotesis H1 ditolak. Sebab kalau hasil uji pertama meanya atau nilai rata-rata tidak berubah secara signifikan dengan nilai rata-rata pada tes yang kedua itu berarti alat tesnya memiliki nilai satabilitas atau konsistensinya baik, eror pengukurannya kecil. Sebaliknya kalau H1 diterima dan Ho ditolak berarti alat tesnya atau skala pengukuranya tidak memiliki konsistensi yang baik atau tidak stabil dan eror pengkurannya besar dan sangat bervariasi. Tes atau pengukuran yang dilakukan pada test-retest ini, dikenakan pada sekelompok orang yang sama, alat tes yang sama dalam waktu yang berbeda.
Hal yang sama berlaku pada seleksi item. Dalam seleksi aitem dipilih aitem-aitem yang memiliki daya beda atau dirkriminasi. Sejauhmana aitem-aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut yang diukur dengan skor tinggi dan yang rendah. Artinya individu yang memiliki skor yang tinggi dari suatu atribut ia memiliki sifat-sifat atau indikator dari aitem tersebut. Misalnya atribut atau variabel motivasi berprestasi. Jadi aitem yang sama diukur pada tes pertama dan kedua diuji daya bedada. Dalam hal ini memilih mana aitem yang memiliki konsistensi atau stabilitas yang baik. Subjek yang memiliki hasil tes yang konsisten atau stabil yang tampak pada skor setiap aitem menunjukan bahwa subjek tersebut benar-benar memiliki sifat-sifat atau indikator-indikator atribut yang diukur atau atribut tersebut cukup mengkristal/ relatif permanen dalam dirinya.
Untuk penelitian reliabilitas judulnya antara lain sebagai berikut:
Deskripsi Reliabilitas Tehnik Test-Retest dengan skala Motivasi Berprestasi. Skalanya disusun sendiri. Atau judul lain: Perbedaan Reliabilitas Test-Retest dan Internal Consistency dengan skala motivasi berprestasi. Peneliti menggunakan skala ekuivalen. Atau penelitian reliabilitas membandingkan teori reliabilitas yang berdasar pada teori Skor Murni Klasik dan Domain Sampling.
Referensi
A. Supratiknya. (1998). Psikometri. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Anastasi, A. & Urbina, S.(1998). Tes Psikologi. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo
Azwar, S. (2012). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2003).Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Gregory, R.J. (1998). Psychological Testing: History, Principles, and Application. Boston: Allyn and Bacon.
Sugiyono (2011). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfa Beta.
Sugiyono (2007). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfa Beta.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permasalahan Anak Usia Sekolah Dasar

Permasalaha Anak Usia Sekolah Dasar Gerakan pembentukan karakter begitu gencar dibicarakan saat ini seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang betapa penting pembentukan karakter. Menurut Stephen R Covey (2004) 90 persen nilai kepemimpinan adalah karakter. Sementara penelitian yang dilakukan di Harvard University menunjukkan 80 %   perilaku seorang pemimpin tergantung pada karakter personal orang tersebut (Warren Benis, dalam Educare Mei 2009). Dalam pembentukkan karakter perlu juga diperhatikan problem atau situasi konkrit yang dialami subjek atau anak didik. Sehingga pembentukan karakter itu bertolak dari permasalah real serta berbasis data. Saat upaya memahami pribadi anak didik kebanyakkan mengunakan teori yang berasal dari dunia barat.   Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengetahui permasalahan yang dialami oleh anak usia sekolah dasar secara kontekstual. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi dalam memahami permasalahan anak usia

The Way of the Heart

                                                                     The Way of the Heart                                                            (Tulisan di bawah ini dari FB saya) Menurut Jules Chevalier masalah sosial yang dialami masyarakat Perancis setelah revolusi di abab 18 adalah individualitas, egoisme dan sikap acuh tak acuh.Ia menganalogikan masalah-masalah tersebut seperti penyakit atau wabah. Untuk mengatasi masalah tersebut menurutnya Hati Kudus Yesus adalah obatnya.Orang perlu berdevosi kepada Hati Kudus Yesus untuk menghadapi masalah tersebut. Namun yang ia maksudkan adalah sebuah gaya hidup menurut hati atau cara hidup menurut hati (the way of the heart) yang bersumber pada hati Kudus Yesus, bukan semata-mata perbuatan ritual atau kultus. Kemudian saat ini ada sekelompok orang yang ingin spiritualitas tersebut relevan dengan permasalahan hidup yang dihadapi oleh umat dan masyarakat. Hal itu berpengaruh pada proses menjadikan Jules Chevalier sebagai ora

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama Katolik. Jantje Rasuh Abstrak Generasi muda merupakan tulang punggung Gereja, bangsa dan negara. Eksisnya Gereja akan ditentukan oleh generasi mudanya.   Begitu juga dengan pelayanan pastoral Gereja Katolik yang membutuhkan orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis. Guru agama Katolik berperan penting dalam pewartaan iman Katolik melalui kesaksian hidup, pendidikan dan pengajaran. Kurangnya orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi orang muda Katolik terhadap guru agama dan katekis. Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas   Yoanes XXIII Merauke dan SMA Yos Sudarso Merauke. Responden berjumlah 214 orang kelas X sampai XII, terdiri dari 145 siswa SMA Yoanes XXIII dan 69 siswa SMA Yos Sudarso. Pengambilan data dengan metode angket, yaitu angket persepsi terhadap guru agama Katolik dengan nilai reliabilitas Internal