Langsung ke konten utama

C The Code

 Lanjutan dari C the code......

MATTEO RICCI
Mungkin gambar 1 orang





X = T + E merupakan asumsi 1 dari teori skor murni klasik atau dikenal juga dengan teori "True and Error Scores". X merupakan skor tampak atau yang diamati ("obtained score"). T = True score atau skor murni. E = error atau kesalahan pengukuran. Misalkan akan mengukur atribut atau variabel Achievement yang merupakan bagian yang diamati atau diukur pada Crystal Award. Definisi operasional dari Achievment adalah - menyelesaikan sesuatu yang sulit, menguasai, memanipulasi atau mengatur benda-benda fisik, manusia atau ide-ide. - Melakukan hal-hal di atas secepat dan semandiri mungkin, mengatasi rintangan-rintangan dan mencapai standar yang tinggi, mengungguli orang lain, meningkatkan harga diri dengan menyalurkan bakat secara berasil. - Bekerja mencapai suatu tujuan dengan energi dan daya tahan dan kepastian tujuan. -Menetapkan standar perilaku yang tinggi untuk diri sendiri dan bekerja secara mandiri untuk mencapai standar itu. - Menguasai hambatan atau menguasai situasi, memanipulasi objek atau orang. - Menuntaskan suatu pekerjaan secara prima. - Menjadi ambisius, kompetitif dan penuh aspirasi. Hal-hal di atas dapat menjadi suatu indikator penilaian dengan skala, misalkan skala interval dari yang sangat tinggi =5, tinggi =4, cukup tinggi =3, rendah=2, sangat rendah =1. Dengan demikian akan terbentuk skala Achievement, tentu dengan mengikuti langkah-langkah atau kaidah-kaidah pembuatan skala. Kalau skalanya berjumlah 20 item berarti skor tertinggi yang akan diperoleh subjek penelitian berjumlah 100 dan skor terendah adalah 20. Misalkan ada 50 subjek atau n= 50, yang menjadi subjek penelitan, kemungkinan akan ada distribusi variasi skor dari ke-50 orang tersebut atau hasilnya berbeda-beda. Total skor yang diperoleh 50 subjek penelitian itulah disebut X, sedangkan T adalah mean atau nilai rata-rata dari n=50, contohnya sebagai berikut:
Subjek Item 1 Item 2 Item 3 ------> dst. Item 20 X
1 5 4 5 5 90
2 5 4 3 4 88
3 4 3 5 4 85
Dst.
50 4 3 2 4 40
Jika tes yang sama dikenakan berkali-kali pada ke 50 subjek tadi dan memperoleh mean yang sama, itu berarti skalanya memiliki konsistensi yang tinggi. Itulah asumsi 2 dari teori klasik Ɛ (X) = T, expected value of X, nilai harapan X.
Sedangkan E merupakan penyimpangan skor tampak dari skor harapan teoretik yang terjadi secara random atau terjadi tidak secara sistematik, dalam hal ini dikenal dengan standard deviasi (SD). Faktor yang mengpengaruhi terjadi Error ialah susasana hati, kondisi tubuh, Social Desirability, Bias, Halo Error, Halo Effect, lingkungan dll.
Dalam skala penilaian juga berlaku prinsip yang sama. Misalkan seseorang akan diamati oleh beberapa observer (pengamat) tentang atribut Achievement dalam dirinya dengan menggunakan skala Achievement seperti di atas. Jika observer ada 10 berarti ada jumah 10 hasil penilaiannya, ini adalah X. T -nya rata-rata dari jumlah total 10 penilaian. Sedangkan E adalah simpangan baku.
Menurut Gregory, 1996, dalam Supratiknya, 1998, ada 2 faktor yang mengpengaruhi skor-skor hasil pengukuran yaitu: faktor-faktor penunjang (contribute) konsistensi berupa aneka atribut yang stabil dari si individu (testi), dan faktor yang menunjang inkonsistensi berupa aneka ciri dari si individu, tes atau situasi yang tidak ada kaitannya dengan atribut yang diukur namun berpengrauh pada skor-skor tes.
Asumsi 3: ρET = 0, distribusi eror pengukuran E dan skor murni tidak berkorelasi satu sama lain. T tinggi tidak selalu mempunyai E positif atau E negatif. ρ dibaca Rho, huruf Yunani, simbol dari Koefisien korelasi Populasi, sedangkan r simbol dari korelasi sampel. Populasi adalah sebagian atau kseluruhan subjek benda mati maupun hidup yang memiliki kualitas atau karakteristik kurang lebih sama. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan metode tertentu: Probability Sampling atau Nonprobability Sampling.
Asumsi 4: ρE1 E2 = 0 , E1 pada pengkuran pertama dan E2 pada pengukuran ke-2 tidak berkorelasi. Artinya nilai eror atau kesalahan pengukuran paa tes pertama tidak mengpengaruhi kesalahan pengkuran pada tes ke-2 yang dilakukan pada populasi yang sama dengan tes yang sama.
Asumsi 5: ρ E1 T2 =0. Eror skor pada tes pertama E1 tidak berkorelasi dengan skor murni paa tes ke 2. Artinya eror pada E1 tiak disebabkan atau dipengaruhi oleh T2.
Ters Paralel, memiliki nilai T yang setara yaitu T= T, σ² = σ²e atau kedua tes tersebut Memiliki essentially τ- equivalent, T1 =T2 maka berlaku T1 = T2 + C (bilangan constant), walaupun demikian, korelasi skor-skor pada kedua tes paralel tidak harus sama persis. 
 
Yang dimaksud dengan essentially τ-equivalent adalah dua alat tes paralel yang memiliki skor murni setara. Skor murni setara itu berasal dari sampel perilaku aitem-aitem yang representasi dari aspek-aspek yang diukur pada suatu variabel sebagaimamana ditetapkan pada domainnya atau kawasan ukur. Jadi ada dua alat tes yang keduanya bertujuan mengukur satu variabel misalmya atribut Achievement seperti contoh sebelumnya. Dalam alat ukur atau skala tersebut terdapat 20 aitem. Aitem-aitem itu disusun berdarkan Sampling Validity atau Logical Validity. Artinya ke-20 aitem itu dipandang mewakili, representasi atau sampel perilaku dari aspek-aspek variabel achievement. Perilaku (populasi) yang berhubungan dengan atribut Achievement jumlahnya bisa ribuan bahkan lebih. Oleh karena itu hanya dipilih aitem-aitem yang dianggap esensial atau mewakili aspek-aspek yang diukur (Sampling Validity). Jadi ada 2 tes berbeda secara bunyi kalimat aite-aitemnya namun memiliki arti, skomuni yang pada dasarnya sama meskipun jumlah aitemnya tidak selalu sama. Misalnya tes 1 aitem-aitemnya berjumlah 20 dan tes 2 berjumlah 24.
Contoh: salah satu aitem pada tes 1, "saya menyukai pekerjaan yang membutuhkan gagasan baru", pada tes 2 : "Saya meyukai pekerjaan yang memerlukan kreativitas" Pertanyaan bagaimana membuatnya. Aitem itu biasanya dibuat oleh mahasiswa yang melakukan penelitian atau peneliti, kemudian dikonsultasikan pada minimal 3 orang ahli di bidang tersebut atau Judgements Expert, Psikometris.
Sedangkan pengertian dari T1 = T2 + C. Misalkan ada dua alat tes yang mengukur atribut Self Esteem namun jumlah aitemnya berbeda atau pada jumlah pilihan jawaban pada setiap aitem salah satu tes lebih banyak. Untuk membuat skor murninya setara perlu ada nilai constant yang akan ditambahkan pada salah satu alat tes yang dikerjakan testi, setiap testi mendapat tambahan skor murni. Ciri-ciri dari "essentially τ-equivalent":
1. Dapat memiliki "error variances" berbeda besarannya.
2. Salah satu tes bisa mengukur "true scores" lebih akurat dibandingkan dengan tes lain yang pada dasarnya memiliki skor murni yang setara).
3. Dua tes yang memiliki skor-murni setara tidak harus merupakan paralel tes.
 
 σ dibaca sigma simbol standar deviasi dari populasi, seangkan untuk sampel simbolnya: s. τ dibaca tau. Berikut simbol-simbol yang digunakan dalam teori skor murni klasik dari Allen & Yen (1979):
Populasi Sampel Arti
T τ (tau) Skor murni
σ (Sigma) s Simpangan baku
ρ (Rho) r Korelasi

Asumsi 1: X = T + E dalam teori klasik dapat juga digunakan dalam prespektif kualitatif. Misalkan data tentang kehidupan seseorang yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan teori tertentu mengandung dua unsur yaitu: murni benar, objektif, jujur , valid, reliabel, dan data yang mengandung kesalahan, kebohongan, fitnah, hoax, manipulatif dll. Contohnya data seseorang diperoleh dengan pertanyaan yang dibuat berdasarkan teori Menurut Schraml (1969) tentang anamnesis:
*Somatis; kesehatan sekarang, penyakit yang pernah diderita dan riwayat penyakit.
*Sosiologis: Pendidikan, pekerjaan, latarbelakang (sosisl) keluarga, perumahan, penghasilan, agama.
*Biologis dan Perkembangan: Pada anak-anak diperoleh dari wawancara dengan orang lain, orangtua, pengasuh mengenai data perkembangan.
*Eksplorasi masalah: pengamatan, pengalaman, perasaan, dan cara bertingkah laku yang normal atau patologis.
* Eksplorasi psikoanalisis: Pengalaman biografis untuk mencari apa yang menentukan (mendeterminir) penderitaan, atau situasi sekarang dan mendapat pengertian mengenai sikap terhadap orang-orang berarti, dan lingkungan sekarang,
Jadi data seseorang tentang hal-hal di atas yang diperoleh melalui Heteroanamnesis ada yang benar, jujur, murni, objektif, reliabel, valid, dan yang salah, bohong, fitnah, hoax, manipulatif. Itu karena berhubungan dengan suasana hati, kondisi fisik yang lelah, Social desirability, bias, halo effect, halo error, lingkungan dll. Suasana hati berkaitan dengan bad mood, good mood, like, dislike (suka, tidak suka). Social desirability berhubungan dengan pertanyaan yang membuat responden mimilih atau mengungkapkan jawaban tertentu saja, dan memancing reaksi negatif. Misalkan pertanyaan yang berhubungan dengan moral, sexsual, cenderung memilih atau mengungkapkan yang baik saja. Bias berkaitan dengan diskriminasi, proyeksi, Hallo error: kecendrungan untuk terlalu menempatkan banyak bobot pada satu aspek. Halo Effect: kencendrungan untuk menilai suatu objek atau seseorang menurut arah tujuan yang ditimbulkan oleh kesan umum. Misalnya memberi penilaian terlalu tinggi, atau terlalu rendah, Capitis Diminutio. Lingkungan yang bising, membuat tidak nyaman dapat mengpengaruhi proses wawancara. Jadi kesalahan dalam pengumpulan data dapat dari si pewawancara atau orang yang diwawancarai.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permasalahan Anak Usia Sekolah Dasar

Permasalaha Anak Usia Sekolah Dasar Gerakan pembentukan karakter begitu gencar dibicarakan saat ini seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang betapa penting pembentukan karakter. Menurut Stephen R Covey (2004) 90 persen nilai kepemimpinan adalah karakter. Sementara penelitian yang dilakukan di Harvard University menunjukkan 80 %   perilaku seorang pemimpin tergantung pada karakter personal orang tersebut (Warren Benis, dalam Educare Mei 2009). Dalam pembentukkan karakter perlu juga diperhatikan problem atau situasi konkrit yang dialami subjek atau anak didik. Sehingga pembentukan karakter itu bertolak dari permasalah real serta berbasis data. Saat upaya memahami pribadi anak didik kebanyakkan mengunakan teori yang berasal dari dunia barat.   Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengetahui permasalahan yang dialami oleh anak usia sekolah dasar secara kontekstual. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi dalam memahami permasalahan anak usia

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama Katolik. Jantje Rasuh Abstrak Generasi muda merupakan tulang punggung Gereja, bangsa dan negara. Eksisnya Gereja akan ditentukan oleh generasi mudanya.   Begitu juga dengan pelayanan pastoral Gereja Katolik yang membutuhkan orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis. Guru agama Katolik berperan penting dalam pewartaan iman Katolik melalui kesaksian hidup, pendidikan dan pengajaran. Kurangnya orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi orang muda Katolik terhadap guru agama dan katekis. Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas   Yoanes XXIII Merauke dan SMA Yos Sudarso Merauke. Responden berjumlah 214 orang kelas X sampai XII, terdiri dari 145 siswa SMA Yoanes XXIII dan 69 siswa SMA Yos Sudarso. Pengambilan data dengan metode angket, yaitu angket persepsi terhadap guru agama Katolik dengan nilai reliabilitas Internal

EQUILIBRIUM

EQUILIBRIUM ULAR DAN MERPATI: "Sebab itu, hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." Mat 10: 16 Tulisan di atas merupakan bagian dari isi sebuah buku yang berjudul Dipanggil untuk mencinta : Kumpulan Renungan, oleh Anthony de Mello SJ, 1995, Kanisius: Yogyakarta, hal. 54. Tulisan ini dijadikan sebuah Game yang sebenarnya membahas tentang kecerdikan "otak" dan ketulusan.Yang menarik adalah bagaimana menyeimbangkan kedua hal tersebut. Dalam prespektif yang lain namun masih dalam alur logika perbedaan kedua hal tersebut, tulisan ini mencoba membuat keseimbangan (Equilibrium) antara kecerdikan otak yang akan diganti dengan konstruk IQ (Intelligence Quotient ), ketulusan dengan SQ (Spiritual Quotient). Ada berbagai definisi tentang IQ. Berikut definisi tentang IQ dalam tulisan Sunbodo Prabowo dan Th. Dewi Setyorini, tahun 2005. Claparda dan Stern mendefinisikan IQ berupa kemampuan menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi baru atau kondisi