Langsung ke konten utama

EQUILIBRIUM

EQUILIBRIUM
ULAR DAN MERPATI: "Sebab itu, hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." Mat 10: 16
Tulisan di atas merupakan bagian dari isi sebuah buku yang berjudul Dipanggil untuk mencinta : Kumpulan Renungan, oleh Anthony de Mello SJ, 1995, Kanisius: Yogyakarta, hal. 54. Tulisan ini dijadikan sebuah Game yang sebenarnya membahas tentang kecerdikan "otak" dan ketulusan.Yang menarik adalah bagaimana menyeimbangkan kedua hal tersebut.
Dalam prespektif yang lain namun masih dalam alur logika perbedaan kedua hal tersebut, tulisan ini mencoba membuat keseimbangan (Equilibrium) antara kecerdikan otak yang akan diganti dengan konstruk IQ (Intelligence Quotient ), ketulusan dengan SQ (Spiritual Quotient). Ada berbagai definisi tentang IQ. Berikut definisi tentang IQ dalam tulisan Sunbodo Prabowo dan Th. Dewi Setyorini, tahun 2005. Claparda dan Stern mendefinisikan IQ berupa kemampuan menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi baru atau kondisi baru. Sedangkan Chaplin (1983) menjelaskan pengertian IQ dalam 3 bagian. yaitu pertama, kemampuan memahami dan beradaptasi pada situasi baru secara cepat, efektif. Kedua, kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif. Ketiga, kemampuan menemukan hubungan dan belajar secara cepat. Selanjutnya Irwanto dkk. (1996) menjelaskan bahwa IQ tidak hanya kemampuan memecahkan berbagai persoalan dalam bentuk simbol-simbol (matematika) tetapi juga menyangkut kapasitas belajar dan kemampuan menggunakan pengalaman untuk memecahkan berbagai persoalan serta untuk mencari berbagai alternatif baru ketika menghadapi situasi baru.
Spiritual berasal dari bahasa latin Spiritus yang berarti nafas. Dari pengertian itu, SQ berarti sebagai energi hidup, semangat, antusias, tujuan, dan kemurnian (Buzan, 2003), serta Heroisme atau menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi dan hasrat untuk melakukan segala ssuatu secara tuntas dan prima (Lowney, 2003). Semangat hidup itu dipengaruhi oleh sistem nilai yaitu: nilai sikap, pengalaman dan kreatifitas. Ada 2 fungsi nilai yaitu fungsi standar dan motivasional (Rokeach, Mangunsong (2004), dalam Jantje Rasuh, 2005). Nilai sebagai standar berfungsi membimbing individu dalam posisi tertentu pada suatu masalah sosial dan berpengaruh menentukan pilihan. Nilai sebagai sumber motivasi menggerakkan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menyeimbangkan IQ dan SQ dengan memadukan kedua konstruk tersebut. Artinya ketika sseorang mengasah atau mengembangkan IQnya ditopang dengan EQnya sehingga terjadi hubungan Resiprocal atau timbal balik. Misalkan dalam hal upaya memperoleh pengetahuan. Menurut Charles Peirce ada 4 jalan memperoleh pengetahuan (Kerlinger, 2002). Pertama dengan cara kegigihan (Tenacity). Cara ini memegang teguh kebenaran yang sudah diketahui kebenarannya. Kedua melalui cara otoritas atau kewenangan. Hal ini diperoleh dari keyakinan yang telah mapan. Misalkan kalau dalam Kitab Suci atau Alkitab dinyatakan demikian, ya demikianlah. Cara ketiga melalui a priori atau intuisi. Pengetahuan diperoleh melalui "nalar" atau "akal sehat". Yang keempat melalui ilmu pengetahuan atau metode ilmiah.
Dalam melakukan penelitian ilmiah, kecerdasan spiritual (SQ) mempengaruhi semangat, daya tahan, untuk memperoleh data yang reliabel dan valid, ketepatan konsep atau teori, dan orisilnya masalah penelitian, dll. Selain itu dalam dunia pendidikan karya tulis ilmiah yang didasari penelitian membuat mahasiswa jadi lebih ulet, jujur, sabar, gigih, mempertajam kepekaan untuk memahami (Verstehen), atau meningkatkan kecerdasan spiritual. Selain itu IQ yang tinggi akan mempengaruhi orang untuk mengambil keputusan ketika berhadapan dengan persoalan moral , etika, nilai-nilai kehidupan atau kemanusiaan. Dengan demikian benarlah pendapat Fatima Mernisi (2007), ' menulis sebagai kegiatan kreatif yang menguras daya pikir itu, ternyata juga mengencangkan otot wajah, dan memungkinkan si penulis mencecap setiap detil kehidupannya dengan sadar, sehingga segetir apa pun hidup, tetap terasa madunya', karena menulis dapat menjadi terapi jiwa, (dalam, John de Santo, 2009).
Sumber bacaan:
Buzan, T. (2006). Kekuatan ESQ. Intermadia
Jantje Rasuh. (2005). Hubungan Antara Konsep Diri dan Otonomi pada Remaja. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Skripsi.
John de Santo. To Write is To Live Twice. Educare: Budaya Menulis dan Meneliti. N0. 8 V November 2009. Hal. 29 - 30.
Kerlinger, F. N. (2002). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: UGM.

Lowney, C. (2003). Heroic Leadership). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sumbodo Prabowo dan Th. Dewi Setyorini. Pengaruh Adversity Quotient, Emotional Intelligence dan Intelligence Quotient terhadap Prestasi Kerja karyawan Pelaksana. Manasa Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol.1 No.1. Hal. 12-16.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permasalahan Anak Usia Sekolah Dasar

Permasalaha Anak Usia Sekolah Dasar Gerakan pembentukan karakter begitu gencar dibicarakan saat ini seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran tentang betapa penting pembentukan karakter. Menurut Stephen R Covey (2004) 90 persen nilai kepemimpinan adalah karakter. Sementara penelitian yang dilakukan di Harvard University menunjukkan 80 %   perilaku seorang pemimpin tergantung pada karakter personal orang tersebut (Warren Benis, dalam Educare Mei 2009). Dalam pembentukkan karakter perlu juga diperhatikan problem atau situasi konkrit yang dialami subjek atau anak didik. Sehingga pembentukan karakter itu bertolak dari permasalah real serta berbasis data. Saat upaya memahami pribadi anak didik kebanyakkan mengunakan teori yang berasal dari dunia barat.   Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengetahui permasalahan yang dialami oleh anak usia sekolah dasar secara kontekstual. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi dalam memahami permasalahan anak usia

The Way of the Heart

                                                                     The Way of the Heart                                                            (Tulisan di bawah ini dari FB saya) Menurut Jules Chevalier masalah sosial yang dialami masyarakat Perancis setelah revolusi di abab 18 adalah individualitas, egoisme dan sikap acuh tak acuh.Ia menganalogikan masalah-masalah tersebut seperti penyakit atau wabah. Untuk mengatasi masalah tersebut menurutnya Hati Kudus Yesus adalah obatnya.Orang perlu berdevosi kepada Hati Kudus Yesus untuk menghadapi masalah tersebut. Namun yang ia maksudkan adalah sebuah gaya hidup menurut hati atau cara hidup menurut hati (the way of the heart) yang bersumber pada hati Kudus Yesus, bukan semata-mata perbuatan ritual atau kultus. Kemudian saat ini ada sekelompok orang yang ingin spiritualitas tersebut relevan dengan permasalahan hidup yang dihadapi oleh umat dan masyarakat. Hal itu berpengaruh pada proses menjadikan Jules Chevalier sebagai ora

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama

Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama Katolik. Jantje Rasuh Abstrak Generasi muda merupakan tulang punggung Gereja, bangsa dan negara. Eksisnya Gereja akan ditentukan oleh generasi mudanya.   Begitu juga dengan pelayanan pastoral Gereja Katolik yang membutuhkan orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis. Guru agama Katolik berperan penting dalam pewartaan iman Katolik melalui kesaksian hidup, pendidikan dan pengajaran. Kurangnya orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi orang muda Katolik terhadap guru agama dan katekis. Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas   Yoanes XXIII Merauke dan SMA Yos Sudarso Merauke. Responden berjumlah 214 orang kelas X sampai XII, terdiri dari 145 siswa SMA Yoanes XXIII dan 69 siswa SMA Yos Sudarso. Pengambilan data dengan metode angket, yaitu angket persepsi terhadap guru agama Katolik dengan nilai reliabilitas Internal