Lempar Batu Sembunyi tangan
Pada awal bulan Februari tahun 2002 tepatnya di hari raya Imlek, saya pernah mengalani kecelakaan motor. Ketika itu teman studi saya di Yogya meminta saya untuk mengambil nomor di rumah sakit karena ia akan rawat inap di rumah sakit. Saya pergi ke rumah sakit mengambil nomor antrian kira-kira jam 06:00 pagi, kemudian pulang lewat jalan Mrican depan kampus 1 & 2 USD. Saat berada hampir dekat depan susteran OP dan jalan menuju percetakan Kanisius Yogyakarta, saya mengalami kecelakaan motor. Saya mengendarai Zusuki Shogun 125 tiba-tiba menabrak motor yang didorong orang dan roboh di tengah jalan. kemudian saya terpental beberapa meter. Helem yang saya gunakan lepas. Setelah pingsan kurang lebih 3 menit saya sadarkan diri. Kepala saya terasa pusing, melihat pepohonan di depan susteran OP terlihat bergerak. Kepala saya terdapat 2 benjolan sebesar telur ayam kampung. Benjolan-benjolan itu terdapat di dahi sebelah kanan dan di sisi kanan atas.
Setelah beberapa tahun kemudian saya mendapat informasi bahwa benjolan-benjolan di kepala saya ternyata dipukul orang dengan batu berkali-kali. Saya memang dijebak , disuruh pergi mengambil nomor antrian di Rumah Sakit kemudian akan dibuat mengalami kecelakaan, dan meninggal. Orang yang menyuruh tau siapa dalang dan pelaku dari tindak kejahatan itu.
Setelah beberapa tahun kemudian saya mendapat informasi bahwa benjolan-benjolan di kepala saya ternyata dipukul orang dengan batu berkali-kali. Saya memang dijebak , disuruh pergi mengambil nomor antrian di Rumah Sakit kemudian akan dibuat mengalami kecelakaan, dan meninggal. Orang yang menyuruh tau siapa dalang dan pelaku dari tindak kejahatan itu.
Setelah kejadian itu, ada yang memalsukan kematian saya, di tempat lain. Identitas saya digunakan orang untuk mencairkan uang di bank kemudian dibilang saya sudah meninggal. Konon kejadian itu dijadikan model orang mengambil uang di bank dari mereka yang merencanakan mencetak orang suci, pemenang penghargaan internasional (misalnya: Matteo Ricci, Nobel).
Saat ini, saya tegaskan bahwa saya tidak mau direkayasa menjadi orang kudus (santo), atau martir. Saat ini saya seorang agnostik yang sebenarnya atheis. Itu karena undang-undang melarang menjadi atheis di Indonesia maka dengan sangat terpaksa saya menjadi agnostik. Kalua menjadi orang suci / kudus atau martir saya tidak mau, tetapi kalau menang penghargaan Nobel saya mau.
"November Man" --------------> FEBRUARY MAN
Jadi peta di bawah ini adalah tempat kejadian kecelakaan saya ketika mengendarai Suzuki Shogun 110 warna hitam di Jalan Gejayan Yogyakarta, hampir di depan Novisiat Suster CB (bukan OP). Setelah kejadian itu saya berjalan kaki ke Susteran PBHK Deresan melaluli jalan ke percetakan Kanisius. Kejadian itu kemudian berhubungan dengan pembunuhan sadis romo Thomas Warsidiyono MSC, di Purworejo, dan kematian ibu saya. Kecelakaan itu ada unsur perencanaan karena saya juga dipukul dengan batu berkali-kali sehingga kepala saya terdapat dua benjolan besar. Siapa aktor intelektual dan pelakunya? FEBRUARY MAN.
Gambar di bawah ini adalah tempat kejadian saya mengalami kecelakaan motor.
Jadi peta di bawah ini adalah tempat kejadian kecelakaan saya ketika mengendarai Suzuki Shogun 110 warna hitam di Jalan Gejayan Yogyakarta, hampir di depan Novisiat Suster CB (bukan OP). Setelah kejadian itu saya berjalan kaki ke Susteran PBHK Deresan melaluli jalan ke percetakan Kanisius. Kejadian itu kemudian berhubungan dengan pembunuhan sadis romo Thomas Warsidiyono MSC, di Purworejo, dan kematian ibu saya. Kecelakaan itu ada unsur perencanaan karena saya juga dipukul dengan batu berkali-kali sehingga kepala saya terdapat dua benjolan besar. Siapa aktor intelektual dan pelakunya? FEBRUARY MAN.
Gambar di bawah ini adalah tempat kejadian saya mengalami kecelakaan motor.
Ada seorang yang memalsukan kematiannya dengan berpura-pura mati karena diminta pertanggungjawaban tentang uang yang ia peroleh dari mereka yang terlibat dalam permainan tumbalisme. Ketika dicek oleh orang-orang itu apa benar ia sudah meninggal, orang tersebut menahan rasa kentut. Setelah beberapa detik orang-orang itu meninggalkan tempat ia dibaringkan sebagai orang yang sudah meninggal, kemudian ia kentut. Lalu ibu yang ada di sampingnya sedang menangisi kematiannya berkata: " Mate mo, metut pe meh" yang berarti : sudah meninggal, masih kentut.
Komentar
Posting Komentar