Habis Gelap Terbitlah Terang
Door Duisternis tot Licht (The Dawn is Rising from Darkness) merupakan salah satu surat yang ditulis oleh R.A. Kartini. Kemudian Armijn Pane (1963) menterjemahkannya: Habis Gelap Terbitlah Terang (Nani Nurrachman, 2004). Kalimat tersebut memiliki makna perjuangan. Hidup itu harus diperjuangkan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik atau keberhasilan, kata orang-orang sukses. Penelitian membuktikan banyak orang yang berhasil dalam hidupnya, di masa lalu pernah mengalami hidup kelam atau keras. Pengalaman hidup itu membentuk karakter orang sukses.
Emmy Werner pernah melakukan riset di Hawai selama beberapa puluh tahun. Ia melakukan penelitian kepada remaja-remaja yang mengalami trauma ketika masa kanak-kanak. Hasil penelitiannya menunjukan 1/3 dari remaja-remaja tersebut telah berhasil mengalahkan kesulitan-kesulitan dengan bergerak ke arah kesuksesan hidup (Stoltz, 2000). Werner juga menemukan bahwa remaja-remaja itu telah belajar menjadi ulet. Ia memberikan contoh ketika topan Iniki memprokporandakan Kauai pada tahun 1992, angin dengan kecepatan 160 mil / jam sehingga membuat 1 dari 6 penduduk kehilangan tempat tinggalnya.
Namun remaja-remaja itu mengalami keberuntungan terhindar dari badai itu. Werner menemukan keberuntungan itu mereka ciptakan sendiri. Mereka membuat perencanaan dalam hidup. Hal itu membedakan dengan remaja-remaja yang tidak ulet. Meskipun remaja-remaja itu tidak bisa menghindari kesulitan akibat badai, tetapi dapat mengendalikan beberapa faktor seperti melapisi rumah dengan papan, ikut asuransi, dan memiliki jaminan finansial. Remaja-remaja yang ulet itu adalah perencana yang mampu menyelesaikan masalah dan bisa memanfaatkan peluang, sedangkan remaja yang kurang ulet akan langsung menyerah.
Penelitian yang kurang lebih sama maknanya dengan apa yang dilakukan oleh Walter Mischel pada tahun 1960-an, pada anak-anak berumur 4 tahun di kampus Stanford University, putra-putri mahasiswa pasca sarjana dan pegawai. Penelitian ini dibuat hingga mereka lulus sekolah menengah atas (dalam Goleman, 1997).
Mischel membuat eksperimen pada anak-anak berunur 4 tahun dengan Tes Marshmallow. Tester menawarkan pada mereka siapa yang mau memunggu 15 hingga 20 menit akan mendapatkan 2 bungkus Marshmallow, yang tidak mau menunggu mendapatkan satu bungkus. Anak-anak yang mau menunggu sampai peneliti kembali mereka mengatasi godaan dengan menutup mata, menaruh kepala di lengan, berbicara sendiri, bernyanyi, memainkan kaki dan tangan, mencoba untuk tidur. Sedangkan anak-anak yang lebih mengikuti dorongan hati langsung mengambil Marshmallow setelah beberapa detik peneliti meninggalkan ruangan.
Ketika anak-anak itu berada di masa remaja ada perbedaan antara anak-anak yang mau menunggu dengan tidak mau menunggu. Pada waktu remaja 1/3 anak-anak yang tidak mampu menahan godaan cenderung menjahui hubungan sosial, keras kepala, mudah kecewa, memiliki kesadaran diri negatif, merasa kurang berharga, tidak mampu menahan stres, tak dapat dipercaya, mudah iri hati, dan cemburu, menanggapi gangguan dengan kasar dan berlebihan yang menimbulkan perbantahan. Sampai bertahun-tahun mereka tak mampu menunda dorongan hati.
Sedangkan anak-anak yang mampu menahan godaan menunjukkan remaja yang lebih cakap secara sosial, efektif, tegas, mampu menghadapi kekecewaan hidup. "Mereka tidak mudah hancur, menyerah, atau surut di bawah beban stres, atau bingung, serta kalang kabut bila tertekan; mereka mencari dan siap menghadapi tantangan, bukan menyerah sekalipun harus menemui barbagai kesulitan, percaya diri dan yakin akan kemampuannya, dapat dipercaya dan diandalkan, sering mengambil inisiatif serta terjun langsung menangani proyek. Lebih dari sepuluh tahun kemudian mereka tetap mampu menunda pemuasan demi mengejar tujuan."
Dari penelitian-penelitian tersebuy menunjukkan bahwa keberhasilan menghadapi masa sulit berkorelasi positif dengan kesuksessan hidup.
Sumber Bacaan:
- Bernhard Pribadi, Toto Ciptono, dkk. 1990. Kompetensi Komunikatif Bahasa Inggris Program Ilmu-ilmu Fisik dan Ilmu-ilmu Biologi: untuk kelas 3 Semester 5 SMA. Klaten: PT Intan Pariwara.
- Goleman, D. 1997. Kecerdasan Emotional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
- Nani Nurrachman. (2004). Menjadi Manusia Indonesia: Refleksi Psikologis Personal dan Social, Disampaikan dalam Seminar Nasional, " Menjadi Manusia Indonesia (Perjumpaan Masa Lalu dan Masa Depan di Masa KinI), Peringatan Sewindu Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 24-25 Juli 2004.
- Stoltz, P.G.2000. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Komentar
Posting Komentar